Berkorban, adalah suatu kondisi di mana seseorang memberikan atau mengerjakan sesuatu yang bernilai dalam hidupnya, untuk dipersembahkan kepada orang lain atau suatu masyarakat, agar dapat bersama-sama mencapai kemuliaan.
MEMBANGUN MOTIVASI YANG RESPONSIF TERHADAP DINAMIKA SOSIAL
Berkorban, adalah suatu kondisi di mana seseorang memberikan atau mengerjakan sesuatu yang bernilai dalam hidupnya, untuk dipersembahkan kepada orang lain atau suatu masyarakat, agar dapat bersama-sama mencapai kemuliaan.
Membela diri, adalah suatu pemikiran, sikap, tindakan, dan perilaku seseorang dalam melindungi diri dari serangan yang bersifat fisik maupun non fisik terhadap dirinya. Hal ini dilakukan seseorang sebagai upaya mencegah diri dari bahaya atau tekanan yang akan merugikan dirinya.
Seseorang yang mampu membela diri tidak mudah terkecoh oleh pujian, karena boleh jadi pujian itu justru dimaksudkan untuk menghancurkan dirinya. Bila ada orang yang memuji dirinya, maka ia akan tersenyum dan menerimanya sebagai pemicu semangat. Namun pemikiran, sikap, tindakan, dan perilakunya tetap ia yang memutuskan, terutama dalam menjaga agar ia tetap berada dalam koridor kebajikan.
Seseorang yang mampu membela diri juga tidak mudah terkecoh oleh hinaan, karena boleh jadi hinaan merupakan informasi penting tentang kekurangan dirinya. Kekurangan itulah yang selama ini sedang ia upayakan untuk direduksi (dikurangi) dengan penuh kesungguhan.
Oleh karena itu, ia membela diri, hanya apabila ikhtiar kebajikannya terganggu. Sebagai contoh, apabila ada orang yang menghina tindakannya ketika membantu anak yatim, maka ia akan membela diri. Ia akan menjelaskan bahwa membantu anak yatim merupakan tindakan yang penting dan perlu.
Penggemar kebajikan ini juga sanggup membela diri secara fisik, jika ada orang yang ingin berbuat jahat kepadanya. Ia telah mempersiapkan diri dengan berlatih secukupnya dalam hal bela diri. Ia menjaga kesehatannya, agar dapat selalu beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan terus menerus melakukan kebajikan pada sesama manusia sesuai kemampuannya.
Ia ingin dirinya dinilai baik oleh Tuhan Yang Maha Esa. Ia juga ingin agar hidupnya bermakna bagi orang lain. Ibadah kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan kebajikan bagi sesama manusia menjadi instrumen interaksi dirinya. Tuhan Yang Maha Esa merupakan Dzat yang penting bagi dirinya, karena merupakan tujuan segenap ibadah dan kebajikannya. Sesama manusia merupakan sahabat yang penting bagi dirinya, terutama sebagai ”tempat” berbagi dalam suka dan duka.
Merusak diri, adalah suatu kondisi di mana seseorang berupaya menggagalkan kesuksesan atau kemenangan dirinya atas segenap dinamika sosial yang dihadapinya.
Agar berhasil merusak dirinya sendiri, seseorang biasanya mengawali dengan merusak kesehatannya, yang kemudian dilanjutkan dengan merusak mindset atau pola pikirnya. Akibatnya segenap pemikiran, sikap, tindakan, dan perilakunya akan rusak, atau jauh dari kebajikan.
Menipu diri sendiri dan orang lain, adalah suatu pemikiran, sikap, tindakan, dan perilaku seseorang terhadap diri sendiri dan orang lain, yang mengakibatkan dirinya dan orang lain percaya pada sesuatu yang tidak benar. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, agar seseorang dapat menghindarkan diri dari upaya menipu diri dan orang lain, yaitu dengan memperhatikan konsepsi tentang percaya (believe) dan benar (true). Percaya, adalah suatu kondisi di mana seseorang berpikir bahwa sesuatu itu benar. Sementara itu, benar adalah sesuatu yang real, sungguh-sungguh ada, dan tidak salah yang berdasarkan fakta dan bukan khayalan.
Upaya menghindari menipu diri sendiri dan orang lain merupakan sesuatu yang penting, karena kemampuannya ini bukan saja akan berdampak bagi diri pelakunya sendiri, melainkan juga akan berdampak bagi orang lain (masyarakat). Penguasa yang gemar menipu diri (seolah-olah telah melakukan kebajikan dan berbuat adil), akan berkembang menjadi penguasa yang gemar menipu orang lain (rakyatnya). Penguasa seperti ini akan menjadikan fitnah sebagai instrumen profesinya, sehingga meskipun ia professional, keprofesionalannya berada dalam ranah sesat dan maksiat.
Dengan demikian “percaya” dan “benar” merupakan dua kata kunci yang penting karena berdampak luas bagi masyarakat. “Percaya” dan “benar” juga merupakan dua kata yang saling terkait dengan sangat erat, karena keduanya mempersyaratkan adanya fakta. Agar seseorang dapat menghindarkan diri dari upaya menipu diri, maka ia perlu menjadikan fakta sebagai prasyarat pemikiran, sikap, tindakan, dan perilaku. Ketika fakta menjadi pertimbangan utama dalam pemikiran, sikap, tindakan, dan perilaku seseorang, maka ia akan mampu mengenali dirinya dan orang lain.
Upaya mengenali diri, akan menjadikan seseorang mampu menemukan potensi dan bakat unik yang telah dianugerahkan Tuhan Yang Maha Esa dalam dirinya. Pada umumnya Tuhan Yang Maha Esa menganugerahkan kemampuan unik pada diri tiap manusia yang diciptakanNya. Oleh karena itu, selalu ada perbedaan kemampuan antara manusia yang satu dengan manusia lainnya.
Perbedaan kemampuan ini tidaklah bersifat strukturatif (atas – bawah), sehingga tidaklah benar apabila ada sebagian masyarakat yang menempatkan kemampuan tertentu pada posisi superior (kuat dan berkuasa), sedangkan kemampuan yang lain berada pada posisi inferior (lemah dan tak berkuasa). Sesungguhnya perbedaan kemampuan pada diri tiap-tiap manusia dimaksudkan agar manusia dapat saling melengkapi, dan saling memenuhi kebutuhan.
Ketika ada anjuran agar manusia mengenali potensi dirinya, sebagian manusia menganggap anjuran itu kuno atau klise. Tetapi sesungguhnya tidaklah demikian, karena adakalanya hingga tua ada manusia yang tidak tahu tentang potensi, bakat dan keinginan mulianya dalam hidup di dunia. Oleh karena itu, "Kenali dirimu, karena barangsiapa yang mengenali dirinya, maka dia akan mengenali Tuhannya."
Besar keinginan saya untuk menyelenggarakan Rumah Motivasi, yaitu sebuah rumah yang memberi layanan motivasi pada masyarakat. Di rumah ini masyarakat dapat “mencharger” (mengisi) kembali semangatnya, dengan semangat yang baru, yang mendorongnya untuk beribadah kepada Allah SWT dan rahmatan lil’alamiin.
Rumah Motivasi melayani konsultasi motivasi bagi masyarakat. Selain itu Rumah Motivasi juga menyediakan buku, DVD, dan merchandise yang dapat membantu masyarakat meningkatkan motivasinya. Pada saat-saat tertentu, dan secara berkala, Rumah Motivasi menyelenggarakan Seminar Motivasi.
Semoga saya dapat mewujudkannya, atas perkenan dan ridha Allah SWT, insyaAllah...
Roadmap (peta jalan) seorang muslim, insyaAllah menjadikan seorang muslim mampu sukses menuju sukses. Definisi sukses bagi seorang muslim, adalah suatu kondisi di mana seorang manusia mampu menggapai ridha Allah SWT. Dengan demikian ukuran sukses seorang muslim adalah ridha Allah SWT.
Allah SWT berfirman, “Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridha dan diridhaiNya. Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hambaKu, dan masuklah dalam surgaKu” (QS.89:27-30).
Untuk menggapai sukses (ridha Allah SWT), seorang muslim harus melalui suatu proses, yang merupakan kegiatan utamanya ketika hidup di alam semesta (dunia). Proses tersebut terdiri dari dua kegiatan, yaitu:
Pertama, beribadah kepada Allah SWT. Sebagaimana firman Allah SWT, “Dan Aku tidak ciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepadaKu” (QS.51:56).
Kedua, rahmatan lil’alamiin atau memberi manfaat optimal bagi alam semesta (lingkungan sekitar). Sebagaimana firman Allah SWT, “Dan Kami tiada mengutusmu melainkan sebagai rahmatan lil’alamiin” (QS.21:107).
Untuk menjalankan proses tersebut (beribadah kepada Allah SWT dan rahmatan lil’alamiin), seorang manusia memiliki modal, yaitu segenap potensi yang ada pada dirinya.
Selain itu, dalam menjalankan proses (beribadah kepada Allah SWT dan rahmatan lil’alamiin), seorang manusia dapat menggunakan alat yang dapat ia siapkan dengan sebaik-baiknya, yaitu: harta, pangkat, jabatan, keluarga besar, nama baik, gelar, prestasi, dan semacamnya.
Agar seorang manusia dapat mempersiapkan alat menuju sukses dengan baik, maka ada syarat yang harus ia penuhi, yaitu:
Pertama, hidup dalam koridor nilai-nilai Islam, yaitu aqidah, ibadah, muamallah, adab, dan akhlak.
Kedua, berkenan berpikir, bersikap, bertindak dan berperilaku fathonah (cerdas komprehensif), amanah (dapat dipercaya), shiddiq (obyektif), dan tabligh (informatif).
Ketiga, bersedia berperan sebagai mujahiddin (pejuang kebenaran), uswatun hasanah (teladan yang baik), assabiquunal awwalun (pionir, perintis, atau yang pertama kali melakukan suatu kebajikan), dan sirajan muniran (pencerah atau pemberi pengetahuan).
Keempat, menjadi bagian dan siap memberi kontribusi bagi terwujudnya peradaban Islami, yaitu: (1) peradaban yang transenden, atau peradaban yang berbasis pada kekuatan rohani yang kuat untuk beribadah kepada Allah SWT dan rahmatan lil’alamiin; (2) peradaban yang humanis, atau peradaban yang sesuai dengan fitrah manusia sebagai hamba Allah SWT, yang hanya mempertuhankan Allah SWT dan siap bekerjama dengan manusia lainnya dalam rangka mengekspresikan semangat hanya mempertuhankan Allah SWT.; dan (3) peradaban yang emansipatoris, atau peradaban yang bebas dari kejahiliahan tradisional, kejahiliahan modern, dan kejahiliahan pos modern.
Selamat berikhtiar, semoga Allah SWT meridhai…
Hari Minggu, tanggal 11 September 2011, terjadi kerusuhan di Ambon. Akibat kerusuhan tersebut beberapa orang tewas, dan beberapa rumah di Desa Waringin dan Desa Ponegoro terbakar, akibatnya Umat Islam di kedua desa tersebut mengungsi di Masjid Agung Al Fatah, Ambon.
Kerusuhan bernuansa agama ini, hendaknya dapat diatasi oleh tokoh dan Umat Islam Ambon dengan pikiran jernih, agar tidak merusak semangat Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang berdasarkan Pancasila, Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan Bhinneka Tunggal Ika.
Hendaknya para tokoh Umat Islam di Ambon berkoordinasi dengan TNI, POLRI dan Pemerintah Kota Ambon untuk mengembalikan ketertiban dan keamanan di Ambon. Setiap muslim tentu sedih, ketika mengetahui saudaranya (Umat Islam) mengalami ketidak-amanan dan ketidak-nyamanan. Doa kami untuk Umat Islam di Ambon...
Selamat berikhtiar, semoga Allah SWT meridhai...