Minggu, 27 Februari 2011

MENGUASAI DIRI SENDIRI

Setiap orang hendaknya mampu menguasai diri sendiri, karena banyak godaan untuk berpikir, bersikap, bertindak, dan berperilaku tidak layak. Oleh karena itu, tanpa kemampuan menguasai diri sendiri, seseorang berpeluang gagal dalam mewujudkan kebajikan bagi dirinya sendiri dan orang lain.


Untuk dapat menguasai diri sendiri, maka: Pertama, seseorang perlu berlindung kepada Allah SWT, karena Allah SWT merupakan Tuhannya manusia, penguasa, dan pelindung manusia. Kedua, seseorang perlu menghadapi dengan tegar dan menolak bujukan kejahatan dari setan, baik setan dari kalangan jin maupun setan dari kalangan manusia.


Seseorang yang berhasil menguasai diri sendiri akan memperlihatkan pemikiran, sikap, tindakan, dan perilaku yang siap menanggung resiko. Ia memandang resiko sebagai peluang untuk melakukan kebajikan, yang hasilnya dapat gagal atau berhasil dalam melakukan kebajikan.


Seseorang yang berhasil menguasai diri sendiri akan memperlihatkan pemikiran, sikap, tindakan, dan perilaku yang terkendali dan penuh perhitungan. Namun demikian ia tetap mampu berinisiatif, karena ia memiliki stock ide-ide cemerlang dalam mendorong dan mewujudkan kebajikan bagi manusia.


Seseorang yang berhasil menguasai diri sendiri akan memperlihatkan pemikiran, sikap, tindakan, dan perilaku yang profesional dalam koridor nilai-nilai Islam. Ia menghindarkan diri dari sifat mudah mengeluh, karena baginya kegagalan dalam melakukan kebajikan adalah kesempatan untuk memperbaiki diri.


Seseorang yang berhasil menguasai diri sendiri akan memperlihatkan pemikiran, sikap, tindakan, dan perilaku yang menghormati waktu. Ia akan berupaya menepati janji dalam konteks waktu, karena ia memiliki keunggulan dalam mengagendakan dan mengelola waktu yang dimilikinya.


Seseorang yang berhasil menguasai diri sendiri akan memperlihatkan pemikiran, sikap, tindakan, dan perilaku yang gemar dalam melayani dan memberi kebajikan kepada orang lain. Ia akan terus berupaya mengalirkan kebajikan dari dirinya kepada orang lain, agar dapat diteruskan kepada khalayak yang lebih luas.


Seseorang yang berhasil menguasai diri sendiri akan memperlihatkan pemikiran, sikap, tindakan, dan perilaku yang gemar belajar, terutama hal-hal baru atau terobosan dalam melakukan kebajikan. Ia gemar belajar dari siapapun; dari mereka yang melakukan keburukan, ia belajar tentang hal-hal yang dapat menimbulkan keburukan; dari mereka yang melakukan kebajikan, ia belajar tentang hal-hal yang dapat menimbulkan kebajikan.


Seseorang yang berhasil menguasai diri sendiri akan memperlihatkan pemikiran, sikap, tindakan, dan perilaku yang terbuka terhadap kritik, sebagai instrumen memperbaiki diri. Ia percaya dan berbesar hati untuk membuka diri bagi kritik orang lain, bahkan ia memposisikan para pengkritik sebagai sahabatnya yang baik.


Seseorang yang berhasil menguasai diri sendiri akan memperlihatkan pemikiran, sikap, tindakan, dan perilaku yang gemar bekerjasama dan membina hubungan baik. Ia berupaya mengajak banyak orang untuk bersama-sama melakukan kebajikan.


Selamat mencoba…

Minggu, 20 Februari 2011

GAMBARAN TENTANG DIRI SENDIRI

Setiap orang hendaknya mampu mengenali diri sendiri. Tepatnya, ia faham gambaran tentang dirinya sendiri. Ia faham, bahwa dirinya terikat oleh waktu. Ia pernah berada di masa lalu, ia sedang berada di masa kini, dan suatu saat ia akan berada di masa depan. Oleh karena itu, penting bagi dirinya memperhatikan pemikiran, sikap, tindakan, dan perilakunya dari waktu ke waktu.


Pemikiran, sikap, tindakan, dan perilakunya di masa kini, harus berbasis evaluasi dan analisis terhadap pemikiran, sikap, tindakan, dan perilakunya di masa lalu. Ia harus mengingat segenap kesalahan dan keburukan pemikiran, sikap, tindakan, dan perilakunya di masa lalu, agar tidak terulang di masa kini. Pada saat yang sama, ia harus mengingat segenap kebajikan pemikiran, sikap, tindakan, dan perilakunya di masa lalu, untuk diulang dan dikembangkan di masa kini dan masa depan.


Penting bagi dirinya mengerahkan segenap indera yang dimilikinya, untuk mewujudkan citra kebajikan dirinya di sepanjang masa (masa lalu, masa kini, dan masa depan). Gambaran tentang diri sendiri haruslah dibentuk dengan sungguh-sungguh, melalui pengalaman dan kinerja kebajikan, sehingga ia berhak disebut sebagai pribadi yang penuh kebajikan.


Tidak penting kharisma yang dimiliki seseorang, karena kharisma tidak bermanfaat bila tiada kebajikan yang dihasilkan. Kharisma hanyalah tampilan menarik seseorang, yang tidak bermakna tanpa substansi kebajikan. Oleh karena itu, penuhilah diri dengan sebanyak mungkin kebajikan, lalu kemas dalam kharisma yang menarik. Saat itulah, gambaran terindah tentang diri sendiri akan mudah ditangkap oleh orang lain.


Ketika seseorang akan membangun gambaran tentang diri sendiri, maka penting baginya memperhatikan proses. Telah menjadi pengetahuan umum, bahwa segala sesuatu melalui proses sedikit demi sedikit dan dari waktu ke waktu. Oleh karena itu, akumulasikan kebajikan sedikit demi sedikit, dari waktu ke waktu, dengan penuh kesabaran. Saat kebajikan telah melimpah, maka ia akan mendapati gambaran yang baik tentang diri sendiri.


Gambaran yang baik tentang diri sendiri, yang berbasis pada akumulasi kebajikan dari waktu ke waktu; akan memudahkan orang lain untuk juga menerima gambaran yang baik tersebut. Gambaran ini mendorong orang lain memberi kepercayaan yang memadai pada diri orang tersebut, sehingga sinergi antara dirinya dengan orang lain mulai terbuka. Sinergi tersebut dapat diarahkan untuk mendistribusikan kebajikan ke segenap pihak, dan ke seluruh wilayah yang terjangkau.


Keinginan mendistribusikan kebajikan, akan mendorong seseorang untuk bersungguh-sungguh memperoleh harta, pangkat, jabatan, peringkat, dan gelar (sosial dan akademis). Hartanya dapat ia gunakan untuk mendistribusikan kebajikan, dengan cara membantu pihak-pihak yang lemah secara ekonomi. Pangkat dan jabatannya dapat ia gunakan untuk mendistribusikan kebajikan, dengan cara menetapkan keputusan yang dapat membantu pihak-pihak yang membutuhkan bantuan dan perlindungan. Gelarnya dapat ia gunakan untuk mendistribusikan kebajikan, dengan cara memberi solusi atas kesulitan dan masalah yang dihadapi masyarakat.


Demikianlah, gambaran tentang diri sendiri, yang dipenuhi oleh kabajikan, yang dikumpulkan sedikit demi sedikit, dari waktu ke waktu.


Selamat mencoba…

Minggu, 13 Februari 2011

MENGASIHANI DIRI SENDIRI

Ada orang yang gemar mengasihani diri sendiri. Oleh karena itu, ia enggan mengajak dirinya bekerja keras. Alasannya, “Kasihan…!” Kalau ia pelajar atau mahasiswa, maka ia enggan memaksa dirinya untuk belajar. Alasannya, “Kasihan…!”


Kalau ia pekerja, buruh, atau karyawan, maka ia enggan memaksa dirinya untuk disiplin dalam bekerja. Alasannya, “Kasihan…!” Kalau ia wirausahawan, maka ia enggan memaksa dirinya untuk berikhtiar sungguh-sungguh membesarkan usahanya. Alasannya, “Kasihan…!”


Akibatnya, kalau ia pelajar atau mahasiswa, maka ia adalah pelajar atau mahasiswa yang lemah dalam ilmu, pengetahuan, dan keterampilan. Kalau ia pekerja, buruh, atau karyawan, maka ia adalah pekerja, buruh, atau karyawan yang lemah prestasi. Kalau ia wirausahawan, maka ia adalah wirausahawan yang lemah.


Oleh karena itu, setiap orang hendaknya berkenan bekerja keras mendisiplinkan diri, dan jangan terbiasa mengasihani diri. Bukankah lebih baik, seseorang itu “keras” terhadap dirinya agar “dunia” lembut terhadap dirinya. Daripada ia lemah terhadap dirinya, sehingga dunia “keras” terhadap dirinya.


Untuk itu setiap orang hendaknya berkenan bekerja keras. Kemudian, agar faham tentang cara bekerja keras yang baik, maka ia perlu membaca firman Allah SWT dan hadist Rasulullah Muhammad SAW, tentang cara hidup yang baik.


Cara hidup yang baik menurut Allah SWT, adalah: Pertama, beribadah kepada Allah SWT, yaitu dengan melaksanakan ibadah yang Allah SWT perintahkan kepada manusia. Selanjutnya menjadikan nilai-nilai ibadah sebagai sumber inspirasi dalam memberi manfaat optimal bagi lingkungan.


Kedua, memberi manfaat optimal bagi lingkungan, yaitu dengan menggunakan setiap potensi diri bagi kebaikan manusia dan lingkungan sekitar. Cara hidup seperti ini mendorong yang bersangkutan untuk terus menerus menggali potensi diri, dan mengubahnya menjadi kemampuan diri atau mampu melakukan aktualisasi potensi diri.


Agar mampu mengaktualisasi potensi diri, ada dua hal yang perlu diperhatikan oleh seseorang, yaitu: Pertama, referensi. Ia harus memperhatikan bacaan yang selama ini ia baca, di mana bacaan itu harus mampu menginspirasi dirinya sehingga mampu memperbaiki diri. Ia juga harus memperhatikan tokoh yang ia jadikan acuan atau contoh, di mana tokoh itu haruslah tokoh yang mampu menginspirasi dirinya sehingga mampu memperbaiki diri.


Kedua, sahabat. Ia harus bersinergi dengan banyak orang yang bersedia bekerjasama dalam beribadah kepada Allah SWT, dan memberi manfaat optimal bagi lingkungan. Oleh karena itu, ia harus pandai memilih sahabat yang bersedia bersinergi, agar ia tidak tertipu oleh orang yang menyatakan sahabat, tetapi tidak bersedia bersinergi.

Minggu, 06 Februari 2011

MAMPU MENGEKALKAN DIRI

Istilah “mengekalkan diri” bukanlah berarti kekal (abadi) secara fisik, karena setiap yang bernyawa akan mengalami mati. Dengan demikian yang diharapkan kekal adalah karyanya, bukan fisiknya.


Meskipun secara fisik (biologi) seseorang telah mati, meninggal, berpulang, atau wafat, tetapi karyanya masih kekal dalam pikiran atau hati umat manusia. Namun demikian setiap manusia hendaknya menyadari, bahwa karya manusia memiliki dua prospek (kemungkinan), yaitu karya yang baik dan karya yang buruk.


Contoh karya yang buruk, antara lain karya para petinggi Israel yang tak akan pernah terlupakan di hati Bangsa Palestina, dan manusia pada umumnya. Kekejian, kebengisan, dan kekejaman para petinggi Israel merupakan karya terbesar yang mereka persembahkan bagi umat manusia dan kemanusiaan.


Bagi para petinggi Israel, insyaAllah di akherat, Allah SWT akan memberi hadiah keburukan yang tak pernah terbayangkan oleh manusia. Inilah keadilan Allah SWT, di mana setiap manusia mendapat hadiah (hasil) sesuai dengan pemikiran, sikap, tindakan, dan perilakunya.


Sementara itu, contoh karya yang baik, antara lain karya para ilmuwan, yang sampai saat ini masih dapat dinikmati, digunakan, dan dikembangkan oleh umat manusia untuk merancang dan mewujudkan kebajikan.


Sesuai dengan tugas dan fungsi manusia, maka sesungguhnya setiap manusia diharapkan dapat meninggalkan karya yang baik bagi manusia dan kemanusiaan. Oleh karena itu:


Pertama, harta yang dimiliki seorang manusia hendaknya dikeluarkan (dikontribusikan) untuk mendukung kebajikan.


Kedua, ilmu, pengetahuan, dan teknologi yang dikuasainya hendaklah memiliki nuansa kebajikan, sehingga bermanfaat bagi manusia dan kemanusiaan.


Ketiga, keturunannya (anak) hendaklah senantiasa mampu berbuat kebajikan, karena ia telah mendidik mereka dengan baik (sesuai Al Qur’an dan Al Hadist).


Setiap manusia hendaknya bersungguh-sungguh dalam mengelola harta, ilmu, pengetahuan, teknologi, dan keturunannya. Kesemua itu harus diarahkan pada kebajikan, agar bermanfaat bagi manusia dan kemanusiaan.


Harta, ilmu, pengetahuan, teknologi, dan keturunan seorang manusia hendaknya terus menerus tampil sebagai kebajikan. Setiap kejadian yang bernuansa kebajikan hendaknya dapat memanfaatkan kehadiran harta, ilmu, pengetahuan, teknologi, dan keturunan yang telah ditinggalkan oleh orang tersebut.


Inilah kekekalan diri seorang manusia, yaitu ketika keberadaan fisik tidak lagi menjadi persyaratan bagi kehadirannya. Tetapi semua ini berawal pada kemampuan seorang manusia dalam mendapatkan harta, ilmu, pengetahuan, teknologi, dan keturunan yang baik. Oleh karena itu:


Pertama, bekerjalah dengan tekun, dan bersemangat dengan cara yang halal (diperkenan atau dimuliakan Allah SWT) agar memperoleh harta yang memadai untuk pelaksanaan tugas dan fungsi manusia.


Kedua, belajar, berlatih, dan berikhtiarlah agar memperoleh ilmu, pengetahuan, dan teknologi yang bermanfaat bagi manusia, karena kental dengan nuansa kebajikan.


Ketiga, menikahlah dengan orang yang shaleh atau shalehah agar memperoleh keturunan yang baik (shaleh dan shalehah), sambil berikhtiar mendidik keturunannya dengan sebaik-baiknya.


Apabila seseorang berhasil mengelola harta, ilmu, pengetahuan, teknologi, dan keturunannya dengan baik, maka sesungguhnya ia telah berhasil mengekalkan dirinya. Meskipun ia telah meninggalkan dunia ini, umat manusia akan tetap mengingatnya sebagai ahli kebajikan. InsyaAllah di akherat, Allah SWT akan memberinya hadiah kebaikan yang tak pernah terbayangkan oleh manusia.


Catatan:


Bagi blogger, pembaca blog, anggota masyarakat, jama’ah masjid, atau komunitas yang ingin membangun motivasi diri, dapat mengundang Aristiono Nugroho untuk mengisi seminar motivasi “Sukses Menuju Sukses”, dengan menghubungi Pondok Pesantren Takwinul Muballighin dengan alamat Jl. Narodo, Gg. Masjid, Dusun Gandok, Desa Condong Catur, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Telp. (0274) 547652 atau contact person: 085869759201.


Terimakasih, semoga bermanfaat.