Sabtu, 25 Februari 2012

TRUTH AND STRENGTH

Istilah “truth and strength” dapat dimaknai sebagai “kebenaran dan kekuatan”. Suatu konsepsi akan memiliki kekuatan (strength), bila ia memiliki kebenaran (truth). Selanjutnya, suatu konsepsi akan memiliki kebenaran mutlak, bila bersumber dari Allah SWT. Sebaliknya, bila suatu konsepsi bersumber dari manusia, maka ia hanya berada pada tataran kebenaran relatif.


Nilai-nilai Islam adalah suatu konsepsi yang bersumber dari Allah SWT, maka kebenarannya bersifat mutlak, sehingga ia memiliki kekuatan. Apabila saat ini masih ada pihak-pihak yang menentang penerapan nilai-nilai Islam, maka Umat Islam hendaknya bersabar, seraya terus berjuang membangun critical mass agar semakin banyak anggota masyarakat yang “sadar Islam”.


Caranya dengan berdakwah sesuai kemampuan masing-masing. Bagi yang mampu mendakwahkan satu ayat, maka dakwahkanlah. Demikian pula bagi yang mampu mendakwahkan satu surat, maka dakwahkanlah. Melalui dakwah insyaAllah akan semakin banyak anggota masyarakat yang “sadar Islam”.


Kesadaran tentang Islam, pada gilirannya akan mendorong masyarakat, untuk menerapkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari. Akibatnya timbul kebangkitan massa dalam hal: (1) aqidah, (2) ibadah, (3) muamallah, (4) adab, dan (5) akhlak. Kondisi ini memberi kesempatan pada masing-masing anggota masyarakat, untuk mengembangkan kapasitasnya yang berupa: (1) fathonah, (2) amanah, (3) shiddiq, dan (4) tabligh.


Pengembangan kapasitas ini “memaksa” seorang anggota masyarakat untuk berperan sebagai: (1) mujahiddin, (2) uswatun hasanah, (3) assabiquunal awwalluun, dan (4) sirajan muniran. Dengan demikian dapat diikhtiarkan terwujudnya peradaban Islam, yang: (1) transenden, (2) humanis, dan (3) emansipatori.


Apabila semua ini dapat terwujud, maka sesungguhnya saat itu telah terbentuk generasi Islami yang bervisi, “Menggapai Ridha Allah SWT’, dengan misi: (1) beribadah kepada Allah SWT, dan (2) rahmatan lil’alamiin.


Selamat berikhtiar, semoga Allah SWT meridhai…


Jumat, 17 Februari 2012

FOR BUSY PEOPLE

Istilah “for busy people” dapat dimaknai sebagai “untuk orang yang sibuk”. Tepatnya, “untuk orang yang waktunya terbatas, karena banyaknya kegiatan yang harus dilakukan, dalam waktu yang tidak lebih dari 24 jam setiap harinya.”


Pertanyaannya, “Sibuk untuk urusan apa?”. Jika jawabannya adalah, “Sibuk untuk urusan dunia!” Maka orang tersebut hidupnya sia-sia, karena ia tidak akan memperoleh bagian di akherat. Bahkan ia akan mendapat sanksi dari Allah SWT di akherat, karena abai dalam melaksanakan dua tugas utama, yaitu: Pertama, beribadah kepada Allah SWT. Kedua, rahmatan lil’alamiin atau bermanfaat optimal bagi lingkungan, dalam kerangka ibadah kepada Allah SWT.


Dengan demikian for busy people perlu kemampuan menghubungkan kesibukannya dengan dua tugas utamanya di dunia. Contoh, bila ia seorang dosen, maka: Pertama, penuhi kewajiban ibadah ritualnya, seperti: shalat, berpuasa di Bulan Ramadhan, membayar zakat, dan menunaikan ibadah haji bila telah berkemampuan. Kedua, mengajar dengan baik, serta memasukkan substansi kebajikan pada materi pembelajarannya. Ketiga, melakukan penelitian dengan baik, serta memasukkan substansi kebajikan pada penelitiannya. Keempat, melakukan pengabdian pada masyarakat dengan baik, serta memasukkan substansi kebajikan pada pengabdiannya. Kelima, menjadikan kegiatan mengajar, meneliti, dan pengabdian pada masyarakat sebagai kegiatan yang dilakukan dalam rangka beribadah kepada Allah SWT.


Seorang manusia yang telah melakukan dua hal penting for busy people, adalah orang yang telah: Pertama, beribadah kepada Allah SWT. Kedua, rahmatan lil’alamiin. Dua hal ini memposisikan orang tersebut sebagai orang yang menjadikan dunia sebagai tempat beraktivitas, dan akherat sebagai orientasi aktivitas.


Oleh karena itu, for busy people, dunia dan akherat tidaklah seimbang. Ia akan menyikapi dunia dan akherat secara proporsional, di mana dunia merupakan tempat dirinya melakukan aktivitas yang berorientasi akherat.


Apabila manusia berkenan melakukan hal ini, maka insyaAllah (atas perkenan Allah SWT) ia akan bahagia, karena ia berhasil menggapai ridha Allah SWT. Sesungguhnya ridha Allah SWT inilah yang menjadi tolok ukur kesuksesan manusia. Tepatnya, seorang manusia yang sukses adalah seorang manusia yang berhasil menggapai ridha Allah SWT, sehingga setelah kehidupannya di dunia, maka Allah SWT memperkenankan dirinya berkehidupan baik di akherat.


Allah SWT berfirman, ”Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridha dan diridhaiNya. Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hambaKu, dan masuklah dalam surgaKu” (QS.89:27-30).


Selamat berikhtiar, semoga Allah SWT meridhai...

Sabtu, 11 Februari 2012

IMPROVING EDUCATION

Istilah “improve” bermakna sebagai “melakukan sesuatu dengan lebih baik”, atau dalam satu kata, berarti “memperbaiki”. Dengan demikian istilah “improving” bermakna “perbaikan”.


Sementara itu, istilah “education” bermakna sebagai “proses pengajaran (teaching) dan belajar (learning) di sekolah, yang memberi kesempatan pada peserta edukasi (education) untuk mendapatkan ilmu melalui proses ini”. Dengan demikian “improving education” bermakna sebagai “perbaikan pendidikan”.


Tindakan improving education perlu dilakukan seseorang agar ia berkompeten melakukan suatu pekerjaan tertentu. Tetapi, apabila karena sesuatu dan lain hal, seseorang belum berkesempatan melakukan improving education, maka ia dapat melakukan proses pengayaan keterampilan dan pengetahuannya secara ototidak.


Telah menjadi pengetahuan umum, bahwa proses teaching and learning, dapat berlangsung secara formal melalui improving education, dan dapat pula berlangsung secara non formal melalui improving pengetahuan dan keterampilan secara otodidak. Proses ini melibatkan fakta, indera, dan rasio; di mana berdasarkan fakta yang ditangkap indera, maka seorang manusia akan mengkaji fenomena tersebut dengan menggunakan rasionya.


Allah SWT menjelaskan kesediaanNya memberi pengetahuan pada manusia, sebagaimana firman Allah SWT, “Dan Dia (Allah) mengajarkan kepada Adam nama-nama seluruhnya…” (QS.2:31).


Istilah “nama-nama seluruhnya” dalam QS.2:31 memiliki makna sebagai “pengetahuan”, khususnya pengetahuan yang diajarkan Allah SWT kepada Rasulullah Adam AS. Oleh karena memiliki pengetahuan yang diajarkan oleh Allah SWT, maka Rasulullah Adam AS sanggup melakukan presentasi di hadapan segenap malaikat.


Allah SWT juga berfirman, “Iqra (bacalah) dengan nama Tuhanmu yang telah menciptakan. Dia menciptakan manusia dari segumpal darah. Iqra, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah, yang mengajari manusia dengan perantaraan firman. Dia mengajari manusia hal-hal yang belum diketahuinya (QS.96:1-5).


Kedua ayat Al Qur’an tersebut (QS.2:31 dan QS.96:1-5) menjelaskan peluang bagi berlangsungnya proses teaching and learning pada setiap manusia, yang berbuah pengetahuan dan keterampilan. Hanya saja, pada QS.96:1-5 Allah SWT menekankan tentang pentingnya membaca.


Dengan demikian setiap manusia memiliki peluang, bagi berlangsungnya proses teaching and learning, baik melalui improving education, maupun secara otodidak. Untuk itu, setiap manusia perlu banyak membaca (terutama Al Qur’an dan Al Hadist), sebagai entry point pengetahuan, yang pada akhirnya akan mendorong dia untuk melengkapi pengetahuan yang ada pada dirinya, serta menambahnya dengan keterampilan yang relevan.


Selamat berikhtiar, semoga Allah SWT meridhai…


Jumat, 03 Februari 2012

FORWARD THINKING

Istilah “forward thinking” dapat dimaknai sebagai “pemikiran ke depan”. Beberapa orang juga memaknai “forward thinking” sebagai “pemikiran visioner” atau “pemikiran tentang masa depan”.


Ketika istilah “forward thinking” dimaknai sebagai “pemikiran tentang masa depan”, maka masa depan setiap manusia adalah akherat. Oleh karena itu, setiap detik kehidupan manusia di dunia haruslah berorientasi akherat.


Oleh karena itu, setiap manusia perlu berjuang dengan cara-cara yang diridhai Allah SWT, agar ia dapat memperoleh harta, pangkat, jabatan, posisi, peringkat, gelar akdemik, dan gelar sosial yang baik; yang kemudian akan ia gunakan sebagai “amunisi” dalam beribadah kepada Allah SWT dan rahmatan lil’alamiin.


Dalam QS.2:62 dijelaskan, bahwa Allah SWT akan memberikan pahala bagi orang-orang yang beriman kepada Allah SWT, percaya hari akhir, dan beramal saleh (berbuat kebajikan). Inilah paradigma forward thinking yang penting bagi manusia, yaitu mengisi kehidupanya di dunia dengan kebajikan, sebagai instrumen memperoleh pahala, yang hasilnya akan ia nikmati dalam kehidupannya di akherat.


Untuk itu ada lima hal yang harus dilakukan seorang manusia, yaitu: Pertama, membangun dan memperbaiki keahlian, dan pengetahuannya. Kedua, melakukan sesuatu yang baru, yang lebih baik dari sebelumnya, yang sesuai dengan nilai-nilai Islam. Ketiga, menciptakan suatu situasi baru, yang lebih baik dari situasi sebelumnya, yang berada dalam koridor adab. Keempat, menemukan sesuatu yang baru, atau menjadi orang pertama yang menemukan sesuatu hal yang penting dan bermanfaat bagi masyarakat. Kelima, melakukan sesuatu yang baru yang dirancang dan diciptakan secara baru, agar manfaat yang dilakukan dapat seoptimal mungkin bagi masyarakat.


Jika seorang manusia berkenan melaksanakan lima hal tersebut, dan mengemasnya dalam koridor aqidah, ibadah, muamallah, adab, akhlak; maka ia berpeluang mendapat pahala dari Allah SWT. Tentu saja yang bersangkutan harus terlebih dahulu melaksanakan perintah-perintah Allah SWT, dan menjauhi laranganNya.


Selamat berikhtiar, semoga Allah SWT meridhai…