Sabtu, 04 Desember 2010

MENYALAHKAN DIRI SENDIRI

Salah merupakan fakta yang menjadi pengganti, ketika benar gagal diwujudkan. Salah dapat dimaknai sebagai sesuatu yang buruk, berdosa, menyulitkan, atau membawa persoalan. Salah seringkali juga merupakan suatu penyebab, ketika seseorang gagal mewujudkan keberhasilan.


Dengan kata lain, salah merupakan hal biasa, yang biasa terjadi pada manusia. Salah bukanlah hal aneh yang terjadi pada manusia biasa. Sebaik-baik kesalahan adalah kesalahan yang mampu mendorong perbaikan pada diri seseorang. Sebaliknya, seburuk-buruk kesalahan adalah kesalahan yang menghalangi perbaikan pada diri seseorang.


Oleh karena itu, sebaik-baik manusia adalah manusia yang tidak gemar menyalahkan dirinya sendiri. Bila suatu kesalahan terjadi, ia sibuk untuk melacak pemikiran, sikap, tindakan, dan perilaku dirinya yang mengakibatkan terjadinya kesalahan. Ia tidak sempat lagi menyalahkan dirinya sendiri, karena telah disibukkan oleh pemikiran, sikap, tindakan, dan perilaku baru yang akan membawanya terhindar dari kesalahan berikutnya.


Orang yang bersungguh-sungguh memperbaiki kesalahannya, tidak akan pernah melakukan: Pertama, incriminating, yaitu melakukan sesuatu yang menjadikan seseorang, baik dirinya maupun orang lain, nampak sebagai pihak yang bersalah. Kedua, blaming, yaitu menyatakan atau berpikir bahwa seseorang, baik dirinya maupun orang lain, bertanggung-jawab atas terjadinya sesuatu yang buruk. Ketiga, accusing, yaitu memperlihatkan sesuatu untuk menunjukkan bahwa seseorang, baik dirinya maupun orang lain, bertanggung-jawab atas terjadinya suatu keburukan.


Sebagai contoh, ketika seseorang sedang memperbaiki mobil yang telah mogok berbulan-bulan, maka ia akan sibuk mencari bagian-bagian dari mesin mobil tersebut, yang telah menjadi penyebab mogoknya mobil tersebut selama berbulan-bulan. Baginya tidak penting siapa yang terakhir mengendarai mobil tersebut sebelum mogok. Baginya juga tidak penting apakah ada orang, yang pada malam hari sebelum mogok mengendap-endap untuk merusakkan mesin mobil tersebut.


Baginya tidak penting siapa yang bersalah, baginya lebih penting mengetahui apanya yang salah. Jika seseorang enggan menyalahkan orang lain atas terjadinya suatu keburukan, maka tentulah ia juga tidak akan bersedia menyalahkan dirinya sendiri. Kondisi ini akan lebih banyak memberinya kesempatan, untuk memperbaiki segala sesuatu yang salah.


Bagian-bagian dari sebuah sistem yang salah, baik yang bersifat mekanik maupun sosial, selanjutnya diupayakan untuk diperbaiki dengan sesungguh-sungguhnya. Perbaikan ini akan mengembalikan sistem pada fungsi idealnya, sehingga akan memberi manfaat optimal. Agar perbaikan dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya, maka seseorang harus bersungguh-sungguh memperbaiki sistem. Tidak ada waktu baginya untuk menyalahkan orang lain, dan tidak ada waktu pula baginya untuk menyalahkan diri sendiri.

3 komentar:

  1. tapi pak...pada dasarnya,,,,,,,iman seseorang itukan relatif yah pak?? nah bagaimana jika iman kita dalam keadaan lemah.....seringkali kita menyelahkan diri sendiri...bagaimana pak akan hal itu...........kalau bapak ada waktu tolong dijawab yah pak? dan jawabannya bapak kirim ke e-mail saya"syaphietriesyusyie@yahoo.co.id"
    terimakasih pak
    wassalam

    BalasHapus
  2. apa sih pak hal yang mendorng ssorang utk mempebaiki kesalahan??
    dsgnhtr@gmail.com

    BalasHapus
  3. Terimakasih untuk Yusyie (Dulur Rakyat Sepuluh Siji) dan Dhan.

    Untuk Yusyie yang dimuliakan Tuhan (Allah SWT), sesungguhnya iman seorang manusia itu bukan relatif (dapat benar dan dapat salah), melainkan fluktuatif (dapat naik dan dapat turun).

    Iman seorang manusia akan benar, bila ia beriman kepada Tuhan yang sebenar-benarnya Tuhan. Iman seorang manusia akan salah, bila ia beriman kepada Tuhan palsu, atau Tuhan yang bukan Tuhan.
    Bila iman seorang manusia salah, maka sesungguhnya ia tidak beriman.

    Iman seorang manusia fluktuatif, karena ada dinamika tantangan dan rintangan yang dihadapi dalam hidupnya. Namun hal ini tidak akan membuat ia dalam posisi buruk di hadapan Tuhan, bila ia terus menerus memperbaiki kualitas imannya. Karena Tuhan, Maha Pengampun dan Maha Penyayang.

    Untuk Dhan yang dimuliakan Tuhan (Allah SWT), seseorang akan terdorong untuk memperbaiki kesalahannya, bila ia memiliki cita-cita untuk menjadi manusia yang berkualitas tinggi di hadapan Tuhan Yang Maha Esa, dan di kalangan umat manusia. Berbekal cita-citanya, maka ia akan melakukan beberapa kegiatan utama, yang antara lain memperbaiki kesalahan yang pernah dilakukannya.

    Sekian dulu yaa... Terimakasih.

    BalasHapus