Senin, 15 Agustus 2011

RENUNGAN: KHALIFAH PERTAMA

Abubakar RA adalah Khalifah Pertama yang dipilih oleh Umat Islam, setelah wafatnya Rasulullah Muhammad SAW. Abubakar RA ditetapkan sebagai Khalifah Pertama karena ia adalah pemimpin Umat Islam di masa itu, yang memiliki semangat keumatan dan kebijaksanaan, yang dipilih melalui musyawarah, agar dapat mewakili (memperjuangkan) kepentingan Umat Islam dalam mencapai tujuan, yaitu menggapai ridha Allah SWT.


Dengan demikian khalifah, adalah pemimpin yang memiliki semangat kerakyatan (keumatan) dan kebijaksanaan, yang dipilih melalui musyawarah di lembaga permusyawaratan, dan lembaga perwakilan agar dapat mewakili (memperjuangan) kepentingan rakyat (Umat Islam) dalam mencapai tujuan, yaitu menggapai ridha Allah SWT.


Belajar dari penetapan Abubakar RA sebagai Khalifah Pertama, maka sebaik-baik sistem berbangsa dan bernegara adalah sistem yang memungkinkan diterapkannya “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.” Dengan kata lain, sebaik-baik sistem berbangsa dan bernegara bukanlah demokrasi. Tepatnya, sebaik-baik sistem berbangsa dan bernegara adalah kerakyatan (Sila Ke-4 Pancasila), yang sesuai dengan kekhalifahan.


Kesesuaian antara Sila Ke-4 Pancasila dengan kekhalifahan bukanlah sesuatu yang kebetulan, karena seluruh kejadian di alam semesta ini tidak ada yang kebetulan. Sesungguhnya, seluruh kejadian di alam semesta ini ada dalam skenario Allah SWT. Bukankah Sila Ke-4 Pancasila dirumuskan oleh Muhammad Yamin, seorang muslim, yang berupaya menggapai ridha Allah SWT.


Dalam sidang pertama BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) pada tanggal 29 Mei 1945 Muhammad Yamin (seorang muslim) mendapat kesempatan pertama untuk menyampaikan pemikirannya. Pada saat itu Muhammad Yamin berpidato dengan judul “Asas Dan Dasar Negara Kebangsaan Republik Indonesia”, yang mengusulkan dasar negara Indonesia terdiri dari: peri kebangsaan, peri kemanusiaan, peri Ketuhanan, peri kerakyatan, dan kesejahteraan rakyat.


Setelah berpidato ia menyampaikan usul tertulis, agar dasar negara Indonesia terdiri dari: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kebangsaan persatuan Indonesia, rasa kemanusiaan yang adil dan beradab, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.


Setelah Muhammad Yamin berpidato, berikutnya pada tanggal 31 Mei 1945 giliran Soepomo berpidato, dan kemudian dilanjutkan oleh Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945.


Soepomo menjelaskan, bahwa negara Indonesia didirikan dengan memperhatikan tiga hal, yang berupa pilihan, yaitu: Pertama, persatuan negara, negara serikat, atau persekutuan negara; Kedua, hubungan antara negara dan agama; Ketiga, republik atau monarki.


Pada saat berpidato (1 Juni 1945), Soekarno mengusulkan agar negara Indonesia didirikan dengan dasar: kebangsaan Indonesia, internasionalisme atau perikemanusiaan, mufakat atau demokrasi, kesejahteraan sosial, dan Ketuhanan yang berkebudayaan. Lima dasar negara usulan Soekarno itu, atas usul Muhammad Yamin, yang saat itu duduk di samping Soekarno, diberi nama “Pancasila”.


Selanjutnya untuk merumuskan dasar negara untuk dimasukkan dalam Mukadimah Hukum Dasar, dan setelah mendengar Muhammad Yamin, Soepomo, dan Soekarno; maka dibentuklah panitia kecil yang terdiri dari sembilan orang, yang dikenal dengan nama “Panitia Sembilan”.


Ketika rumusanPancasila yang diusulkan oleh Muhammad Yamin secara tertulis, dan Pancasila yang diusulkan (dipidatokan) oleh Soekarno, dibandingkan dengan teks Pancasila yang saat ini dimuat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945; maka diketahui bahwa substansi Pancasila yang mirip dengan Pancasila yang saat ini dimuat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, adalah Pancasila yang diusulkan oleh Muhammad Yamin (terutama pada Sila Ke-4).


Dengan demikian sistem yang diamanatkan oleh Pancasila bukanlah sistem demokrasi, melainkan sistem kerakyatan, yang sesuai dengan sistem kekhalifahan.


Terimakasih…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar