Jumat, 15 Juni 2012

A CHOSEN LEADER


Istilah “a chosen leader” dapat dimaknai sebagai “pemimpin yang terpilih”. Hanya saja dalam perspektif hakekat Islamiah, yang memilih pemimpin bukanlah rakyat atau yang dipimpin, dan bukan pula pemimpin lainnya yang lebih tinggi.

Seseorang dipilih sebagai pemimpin oleh Allah SWT tidak melalui prosesi singkat, melainkan melalui sejarah panjang kehidupan orang tersebut. Ia dipilih berdasarkan kontribusi akumulatifnya terhadap ketaqwaan umat kepada Allah SWT, dan merebaknya rahmatan lil’alamiin yang dilakukan oleh umat berdasarkan kemampuan individualnya masing-masing.

Umat manusia tidak dapat mengenali seseorang yang dipilih oleh Allah SWT sebagai pemimpin melalui seremoni, atau gelar kepemimpinan yang diberikan oleh manusia. Sang pemimpin yang dipilih oleh Allah SWT hanya dapat dikenali dari pemikiran, sikap, tindakan dan perilakunya, yang memiliki karakter sebagai berikut:

Pertama, sang pemimpin berikhtiar dengan sungguh-sungguh dan berdoa dengan khusyu agar dapat melaksanakan: (1) Visi hidup manusia, yaitu “menggapai ridha Allah SWT.” (2) Misi hidup manusia, yaitu “beribadah kepada Allah SWT dan rahmatan lil’alamiin.” (3) Tujuan hidup manusia, yaitu “selamat di dunia dan di akherat, dengan melalui jalan taqwa kepada Allah SWT.”

Kedua, sang pemimpin berikhtiar dengan sungguh-sungguh dan berdoa dengan khusyu agar mampu berpikir, bersikap, bertindak, dan berperilaku: (1) Fathonah, yaitu memiliki kecerdasan yang komprehensif, yang minimal meliputi kecerdasan transendental, sosial, dan akademik. (2) Amanah, yaitu dapat dipercaya oleh orang-orang yang dipimpin dan orang-orang yang menjadi tanggungjawab kepemimpinannya, sebagai sesuatu yang membaikkan, membajikkan, dan mensejahterakan. (3) Shiddiq, yaitu obyektif, dengan mendasarkan pada data-data yang shahih atau valid. (4) Tabligh, yaitu informatif, atau mampu menjelaskan suatu masalah, serta menjelaskan alternatif solusi, dan menjelaskan keputusan yang diambilnya dengan baik.

Ketiga, sang pemimpin berikhtiar dengan sungguh-sungguh dan berdoa dengan khusyu agar mampu berperan sebagai: (1) Mujahiddin, atau pembela kebenaran. (2) Uswatun hasanah, atau menjadi teladan bagi kebajikan. (3) Assabiqunal awwallun, atau orang pertama dan utama dalam melakukan kebajikan. (4) Sirajan muniran, atau pencerah bagi orang-orang yang dipimpinnya.

Keempat, sang pemimpin berikhtiar dengan sungguh-sungguh dan berdoa dengan khusyu agar mampu membangun tradisi dan peradaban, yang: (1) Transenden, yang artinya mempertuhankan Tuhan yang Maha Esa dan Maha Kuasa, yaitu Allah SWT. (2) Humanis, yang artinya memposisikan manusia pada posisinya sebagai menusia, yang memiliki hak asasi manusia sebagai anugerah dari Allah SWT, sehingga tidak akan mendustai dan mendurhakai Allah SWT yang memiliki hak atas semesta alam. (3) Emansipatori, yang artinya bebas dari kejahiliahan (kebodohan) tradisional, kejahiliahan modern, dan kejahiliahan pos-modern.

Kelima, sang pemimpin berikhtiar dengan sungguh-sungguh dan berdoa dengan khusyu agar mampu terus menerus berkomitmen, sebagai: (1) Mukmin, yaitu orang yang beriman. (2) Muslim, yaitu orang yang bersyariat Islam. (3) Muttaqin, yaitu orang yang bertaqwa. (4) Mukhlis, yaitu orang yang ikhlas dalam ketaqwaan. (5) Mukhsin, yaitu orang yang mengerti bahwa dirinya dalam pengamatan Allah SWT.

Selamat merenungkan, dan jangan lupa berdoa kepada Allah SWT, untuk kebaikan Bangsa Indonesia, Bangsa Palestina, dan Umat Islam di seluruh dunia.

Semoga Allah SWT berkenan meridhai...

...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar