Jumat, 30 Desember 2011

SCREENING TRUTH TO POWER

“Screening truth to power” dapat dimaknai sebagai “upaya menyaring informasi tentang kebenaran, yang hasilnya dapat digunakan untuk menambah kekuatan.”


Allah SWT berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik dengan suatu berita, maka selidikilah, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya, kemudian kamu menyesal atas perbuatanmu itu” (QS.49:6).


Firman Allah SWT dalam QS.49:6 menunjukkan tentang perlunya setiap manusia berhati-hati menerima suatu berita. Kehati-hatian diawali dengan memeriksa sumber berita, jika sumber berita adalah orang-orang fasik (mengabaikan perintah dan larangan Allah SWT), maka kehati-hatian perlu ditingkatkan.


Dengan kata lain, setiap manusia perlu melakukan screening truth atau menyaring informasi tentang kebenaran. Jika sumber berita adalah orang-orang fasik, maka “saringannya” harus diperiksa ulang, apakah “saringan” tersebut dalam kondisi baik; sehingga dperoleh informasi yang tepat tentang kebenaran.


Dalam QS.49:6 Allah SWT mengingatkan, bahwa sesuatu yang tidak benar, yang difahami sebagai suatu kebenaran akan mencelakakan suatu kaum.


Contoh, masyarakat di suatu wilayah tertentu diusir dari tanahnya oleh aparatur negara (misal: polisi), karena polisi memperoleh informasi bahwa tanah tersebut milik perusahaan tertentu, padahal informasi ini salah (laporan palsu); maka polisi telah mencelakakan suatu kaum (masyarakat di wilayah tersebut).


Oleh karena itu, setiap manusia perlu berhati-hati dalam menerima informasi. Tidak semua informasi benar, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan secara cermat. Pemeriksaan yang cermat, akan menghasilkan kebenaran, yang akhirnya akan dapat digunakan untuk menambah kekuatan, yaitu kekuatan untuk melakukan kebajikan.



Ibnu Taimiyah pernah mengingatkan, “Banyak orang berkata bahwa ia tidak bermaksud bohong, tetapi ia terbawa arus pendapat umum yang berisi kebohongan. Semua itu disebabkan karena ia tidak memperhatikan pendapat orang lain dengan teliti, melainkan memahaminya dengan secara serampangan.”



Inilah pentingnya setiap manusia melakukan screening truth, agar dapat meningkatkan power, yaitu power untuk berbuat kebajikan. Tepatnya setiap manusia perlu melakukan screening truth to power. Dalam konteks Bangsa Indonesia, maka Bangsa Indonesia juga perlu melakukan screening truth to power.



Allah SWT berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik dengan suatu berita, maka selidikilah, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya, kemudian kamu menyesal atas perbuatanmu itu” (QS.49:6).

Minggu, 18 Desember 2011

FROM GARAGE TO GLOBAL

Garasi (garage) adalah ruang di sisi rumah yang biasanya diperuntukkan untuk menyimpan kendaraan (misal: mobil). Oleh karena itu ruang ini biasanya diabaikan, terutama untuk hal-hal yang dipandang penting atau luar biasa.


Meskipun terkadang ada orang yang memulai kesuksesannya dari ruang ini. Contoh, Mario Teguh (motivator) memulai bisnis konsultan motivasinya dari garasi. Ada pula perusahaan kosmetik yang memulai usahanya dari garasi.


Dengan demikian garasi berpeluang menjadi tempat ideal untuk melakukan sesuatu yang besar dalam frame kebajikan. Kesempatan ini terbuka bagi setiap muslim yang ingin mengajak manusia lain melakukan kebajikan (beribadah kepada Allah SWT dan rahmatan lil’alamiin). Caranya dengan memanfaatkan internet sebagai sarana dakwah.


Dari garasinya, seorang muslim dapat membuat akun blog, facebook, twitter, dan lain-lain. Selainjutnya ia mengisi blog, facebook, atau twitter dengan informasi dan motivasi yang menyemangati orang lain dalam beribadah kepada Allah SWT dan rahmatan lil’alamiin. Oleh karena internet merupakan jaringan informasi dan komunikasi yang bersifat global, maka dapatlah dikatakan bahwa ia telah berdakwah dari garasi ke seluruh dunia (global), atau biasa dikatakan “from garage to global”.


Bagi seorang muslim yang tidak berkesempatan membuat akun blog, facebook, atau twitter; maka ia dapat memanfaatkan blog “Socio Motivation” sebagai sarana dakwahnya. Caranya dengan memanfaatkan kolom komentar yang ada pada setiap artikel yang diposting di blog ini.


Untuk itu, ia perlu memiliki email, dan log in pada emailnya. Hal ini diperlukan, karena blogger tidak akan mengijinkan komentar dari orang yang tidak memiliki email, atau yang tidak memiliki blog.


Dengan cara ini, sesungguhnya setiap muslim dapat berdakwah (menyampaikan nilai-nilai Islam) sesuai dengan kemampuannya masing-masing, untuk mengajak setiap orang beribadah kepada Allah SWT dan rahmatan lil’alamiin.


Allah SWT berfirman, “... Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat kebajikan” (QS.11:115).


Firman Allah SWT tersebut hendaknya dapat dimaknai oleh setiap muslim, sebagai penyemangat dalam melakukan kebajikan. Sementara itu diketahui, bahwa dakwah merupakan suatu kebajikan, karena mengingatkan manusia untuk beribadah kepada Allah SWT dan rahmatan lil’alamiin. Oleh karena itu, Allah SWT tentu telah menyiapkan pahala bagi orang-orang yang berkenan berdakwah sesuai kemampuannya.


Agar dakwah yang disampaikan dapat berada pada koridor nilai-nilai Islam, hendaknya setiap muslim memperhatikan koridor yang ada pada nilai-nilai Islam, seperti: Pertama, aqidah, yaitu konsepsi Ketuhanan. Kedua, ibadah, yaitu tata cara berbakti kepada Allah SWT sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah Muhammad SAW. Ketiga, muamallah, yaitu tata interaksi sosial yang diridhai Allah SWT sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah Muhammad SAW. Keempat, adab, yaitu tata etika atau sopan santun yang diridhai Allah SWT sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah Muhammad SAW. Kelima, akhlak, yaitu ekspresi seorang manusia yang beraqidah, beribadah, bermuamallah, dan beradab.


Selanjutnya setiap muslim juga perlu berikhtiar terus menerus agar memiliki kapasitas yang cukup dalam hal: Pertama, fathonah, yaitu kecerdasan komprehensif, seperti kecerdasan akademik, sosial, dan transendental. Kedua, amanah, yaitu dapat dipercaya atau terpercaya. Ketiga, shiddiq, yaitu jujur atau obyektif. Keempat, tabligh, yaitu informatif, atau mampu menyampaikan informasi dengan cara-cara yang baik.


Dengan demikian ia dapat berperan sebagai: Pertama, mujahiddin, yaitu orang yang mampu membela atau memperjuangkan kebenaran (Agama Islam). Kedua, uswatun hasanah, yaitu orang yang mampu menjadi panutan atau teladan yang baik bagi orang lain. Ketiga, assabiquunal awwalluun, yaitu orang yang mampu menjadi orang pertama yang melakukan kebajikan, baik dalam konteks substansi kekinian, maupun dalam konteks tempat atau wilayah. Keempat, sirajan muniran, yaitu orang yang mampu mencerahkan orang-orang yang belum faham/mengerti, atau mengajarkan suatu kebajikan kepada orang lain.


Peran inilah yang akan menjadi kontribusi seorang muslim bagi berkembangnya peradaban Islam, yang memili ciri: Pertama, transenden, adalah peradaban yang hanya mempertuhankan Tuhan yang sesungguhnya, yaitu Allah SWT. Kedua, humanis, adalah peradaban yang memposisikan manusia pada fitrahnya, atau sesuai dengan tujuan diciptakannya manusia oleh Allah SWT, yaitu beribadah kepada Allah SWT dan rahmatan lil’alamiin. Ketiga, emansipatori, adalah peradaban yang membebaskan manusia dari kejahiliahan tradisional, modern, dan pos-modern.


Dengan demikian, mari berdakwah from garage to global, dan semoga Allah SWT meridhai.


Selamat berjuang...

RENUNGAN: MUSLIM YANG TOLERAN

Dalam beberapa hari ini, sebagian masyarakat Indonesia dan dunia yang beragama Nasrani (Katholik, Protestan, dan yang semacamnya) akan merayakan Hari Raya yang mereka sebut “Natal”. Oleh karena itu, setiap muslim hendaknya bersikap toleran atas perayaan yang diselenggarakan oleh Kaum Nasrani.


Toleransi diberikan oleh seorang muslim, bukan karena ia tidak mengetahui tentang Agama Nasrani dan perbedaannya dengan Agama Islam. Sebaliknya, seorang muslim toleran justru karena ia mengerti tentang Agama Nasrani dan perbedaannya dengan Agama Islam. Ada dua hal utama yang menunjukkan perbedaan antara Agama Nasrani dengan Agama Islam, yaitu:


Pertama, tentang Allah. Dalam Agama Nasrani, Allah atau Tuhan Allah adalah sosok yang memiliki putra atau anak. Oleh sebab itu, ada anak Allah, yaitu Yesus atau Tuhan Yesus.


Sementara itu, dalam Agama Islam, Allah atau Allah SWT adalah Dzat yang tidak memiliki anak. Oleh sebab itu, bagi Umat Islam, Allah SWT adalah Tuhan Yang Maha Esa. Sebagai Tuhan Semesta Alam (alam semesta dan alam akherat), Allah SWT juga merupakan Tuhan Yang Maha Kuasa.


Dengan demikian walaupun susunan hurufnya sama, maka Allah dalam Agama Nasrani, yaitu Tuhan yang mempunyai anak; berbeda dengan Allah dalam Agama Islam, yaitu Tuhan yang tidak mempunyai anak.


Kedua, tentang Yesus dan Isa AS. Sesungguhnya Yesus dan Isa AS adalah dua tokoh yang berbeda. Dalam Agama Nasrani, Yesus adalah Tuhan, maka sering disebut Tuhan Yesus; dalam agama ini juga diyakini bahwa Yesus adalah anak Allah, atau anak Tuhan.


Sementara itu, dalam Agama Islam, Isa AS adalah seorang Rasulullah (utusan Allah SWT). Dengan demikian, bagi Umat Islam, Isa AS bukanlah Tuhan, melainkan hanya seorang utusan Tuhan.


Dengan demikian Yesus dalam Agama Nasrani, yaitu anak Tuhan Allah (Tuhan yang mempunyai anak); berbeda dengan Isa AS dalam Agama Islam, yaitu utusan Allah SWT (Tuhan yang tidak mempunyai anak).


Meskipun masih banyak perbedaan yang lain, tetapi dua perbedaan utama ini cukuplah menjadi pembeda antara Agama Nasrani dengan Agama Islam. Kedua perbedaan ini menunjukkan, bahwa Umat Islam dan Umat Nasrani memiliki Tuhan yang berbeda.


Perbedaan ini bukan karena adanya banyak Tuhan bagi manusia, melainkan karena adanya perbedaan paradigma Ketuhanan yang dianut oleh Umat Islam dan Umat Nasrani. Oleh sebab itu, Allah SWT memandu Umat Islam melalui Al Qur’an dengan firmanNya, “Katakanlah, “Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepadaNya segala sesuatu. Dia tidak beranak, dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada sesuatupun yang setara denganNya” (QS.112:1-4).


Allah SWT mengajarkan, “Katakanlah, “Hai orang-orang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah, dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah pula menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukku agamaku” (QS.109:1-6).


Dalam Agama Islam diajarkan, bahwa sesungguhnya Allah SWT telah memilihkan Agama Islam untuk manusia, maka janganlah mati melainkan dalam keadaan muslim (lihat QS.2:132). Meskipun sesungguhnya pula tidak ada paksaan dalam memeluk agama Islam, karena sudah jelas jalan yang benar dengan yang salah (lihat QS.2:256).


Agama yang diridhai oleh Allah SWT hanyalah Islam (lihat QS.3:19). Oleh karena itu sangat mengherankan jika ada manusia mencari agama selain Islam (lihat QS.3:83). Barangsiapa mencari agama selain Islam, maka tidak akan diterima agamanya itu (lihat QS.3:85).


Allah SWT telah mencukupkan nikmatnya pada manusia, melalui ridhanya terhadap Agama Islam (lihat QS.5:3). Oleh karena itu perlu disiapkan sebagian anggota masyarakat yang akan mempelajari Islam (lihat QS.9:122). Sehingga umat manusia dapat menghadapkan dirinya dengan lurus kepada Islam, yang merupakan agama fitrah – sesuai sifat asasi/dasar manusia – yang dianugerahkan Allah SWT kepada manusia (lihat QS.30:30). Ketahuilah hanya agama yang suci – yaitu bebas dari mempertuhankan selain Allah SWT – yang diridhai oleh Allah SWT (lihat QS.39:3).


Allah SWT mengingatkan, bahwa kebenaran itu dari Allah SWT (lihat QS.2:147 dan QS.18:29). Kalau kebenaran itu berdasarkan kebenaran manusia, maka terjadilah kekacauan di alam semesta (lihat QS.23:71). Oleh karena itu bila kebenaran telah datang, maka ketidak-benaran akan sirna (lihat QS.34:49).


Ketahuilah, bahwa sesungguhnya Rasulullah Muhammad SAW diutus oleh Allah SWT untuk menyampaikan kebenaran (lihat QS.35:24). Namun demikian ada saja manusia yang mendustakan kebenaran Allah SWT yang disampaikan oleh Rasulullah Muhammad SAW (lihat QS.50:5).


Renungkanlah... dan jadilah muslim yang toleran (perhatikan QS.109:1-6).

Sabtu, 10 Desember 2011

A FORCE FIGHTING

“A force fighting” atau kekuatan untuk berjuang, merupakan paket energi yang berisi kekuatan (power), kelompok terorganisir (organized group), dan pengaruh (influence) yang dimiliki seseorang atau suatu kelompok untuk melakukan suatu ikhtiar atau perjuangan tertentu.


Ketika seorang muslim ingin mensejahterakan, mencerdaskan, dan mengajak diri sendiri, sahabat, dan masyarakat menuju taqwa; maka ia membutuhkan a force fighting. Seorang muslim membutuhkan:


Pertama, kekuatan, agar ia mampu “mendorong” masyarakat bergerak dari kemiskinan menuju kesejahteraan, dari kebodohan menuju kecerdasan, atau dari kefasikan menuju ketaqwaan.


Kedua, kelompok terorganisir, yang akan mendampingi dan bersama-sama dengannya memperjuangkan kesejahteraan, kecerdasan, dan ketaqwaan diri sendiri, sahabat, dan masyarakat.


Ketiga, pengaruh, agar pemikiran, sikap, tindakan, dan perilaku yang disampaikannya dapat segera dipraktekkan oleh diri sendiri, sahabat, dan masyarakat; dalam rangka menuju kesejahteraan, kecerdasan, dan ketaqwaan.



Saat seorang muslim berjuang ia akan menghadapi tantangan atau halangan dari setan, baik yang berwujud jin maupun manusia (yaitu: manusia sesat). Oleh karena itu, ia membutuhkan perlindungan Allah SWT.


Allah SWT mengajarkan, “Katakanlah: “Aku berlindung kepada Tuhannya manusia (yaitu: Allah). ‘Rajanya’ manusia (yaitu: Allah). Sembahannya manusia (yaitu: Allah); dari kejahatan setan yang biasa bersembunyi, yang membisikkan kejahatan ke dalam ‘dada’ manusia, yaitu dari golongan jin dan manusia” (QS.114:1-6).


Berdasarakan firman Allah SWT dalam QS.114:1-6 ini, maka seorang muslim harus tetap bersemangat dalam berjuang mensejahterakan, mencerdaskan, dan mengajak taqwa diri sendiri, sahabat, dan masyarakat. Tetap semangat, walaupun ada jin dan manusia yang membisikkan kelemahan dan ketidak-semangatan! Semangat terus dalam berjuang, jangan terkesima apalagi terpedaya oleh tipudaya setan dari golongan jin dan manusia!


Ingat firman Allah SWT dalam QS.9:37 sebagai berikut: “… Setan menjadikan mereka memandang baik perbuatan mereka yang buruk. Dan Allah tidak akan memberi petunjuk kepada orang-orang kafir (sahabat setan).”


Ayo semangat, dan tetap semangat!
Terus berjuang, dan manfaatkan a force fighting! Manfaatkan kemampuan public speaking, dan public relation; dengan melakukan personality development.


Tebarkan kesejahteraan, kecerdasan, dan ketaqwaan di masyarakat sesuai a force fighting yang dimiliki. Dakwahkan pada diri sendiri tentang pentingnya kesejahteraan, kecerdasan, dan ketaqwaan.


Kemudian dakwahkan pada sahabat dan masyarakat, tentang pentingnya kesejahteraan, kecerdasan, dan ketaqwaan. Jangan lupa, lakukan dakwah di dunia nyata dengan perbuatan dan ucapan.


Jangan lupakan dunia maya, dengan menyampaikan dakwah tentang pentingnya kesejahteraan, kecerdasan, dan ketaqwaan melalui internet. Agar sahabat dan masyarakat dapat menjadikannya sebagai inspirasi bagi pelaksanaannya di dunia nyata.



Tetap semangat! Terus berjuang! Dengan memanfaatkan a force fighting!



Selamat berjuang, semoga Allah SWT meridhai...

Minggu, 04 Desember 2011

REAL PEOPLES

”Real peoples”, adalah suatu masyarakat yang nyata. Masyarakat ini dikatakan nyata, karena segenap pemikiran, sikap, tindakan, dan perilakunya sesuai dengan kebenaran yang nyata, yaitu kebenaran yang bersumber pada nilai-nilai Islam.


Seseorang yang berinteraksi dengan real peoples, dapat belajar tentang pemikiran, sikap, tindakan, dan perilaku masyarakat ini, yang selalu sesuai dengan nilai-nilai Islam. Apabila pemikiran, sikap, tindakan, dan perilaku seseorang belum mengarah pada ibadah kepada Allah SWT dan rahmatan lil’alamiin, maka interaksi orang tersebut dengan real peoples akan membantunya berikhtiar melaksanakan ibadah kepada Allah SWT dan rahmatan lil’alamiin.


Allah SWT berfirman, ”Apabila telah datang pertolongan Allah, dan kemenangan; dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong; maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu, dan mohonlah ampun kepadaNya. Sesungguhnya Dia (Allah) adalah Maha Penerima Taubat” (QS.110:1-3).


Firman Allah SWT ini menggambarkan fenomena real peoples, yang terjadi pada suatu masa di akhir zaman; ketika kecerdasan kolektif manusia telah mampu membedakan antara Tuhan dengan yang bukan Tuhan.


Saat ini fenomena real peoples masih terhalang oleh adanya kesesatan, yang dipasarkan secara masif (besar-besaran) dan canggih, sehingga dapat memperdaya sebagian masyarakat. Berbekal kemewahan duniawi, sebagian masyarakat berhasil ditipu untuk mempertuhankan tuhan yang bukan Tuhan, yaitu sosok manusia yang dipertuhankan. Melalui rekayasa citra (image engineering) digelontorkanlah ke masyarakat, kisah sukses palsu orang-orang yang mempertuhankan tuhan yang bukan Tuhan.


Oleh karena itu, setiap manusia hendaknya berikhtiar dengan sungguh-sungguh agar tidak terpedaya oleh juru sesat yang gemar menyesatkan manusia. Ingatlah terus firman Allah SWT dalam QS. Al Ikhlas, atau QS.112:1-4.


Allah SWT berfirman, ”Katakanlah, ”Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepadaNya segala sesuatu. Dia tidak beranak, dan tidak pula diperanakkan, serta tidak ada sesuatupun yang setara denganNya” (QS.112:1-4).


Melalui firmanNya ini, Allah SWT mengajarkan umat manusia, bahwa Tuhan itu Maha Esa; kalau ada tuhan yang tidak Maha Esa, maka tentulah itu bukan Tuhan. Tepatnya, sesuatu disebut Tuhan, hanya bila Ia Maha Esa. Sesuatu yang tidak Maha Esa, maka tentu ia tidak Maha Kuasa. Bagaimana mungkin sesuatu disebut Maha Kuasa jika ia berbagi kekuasaan.


Berdasarkan firman Allah SWT dalam QS.112:1-4 diketahui bahwa Allah adalah Tuhan Yang Maha Esa, sehingga Dia adalah Tuhan Yang Maha Kuasa. Berbekal prinsip ini, maka setiap manusia akan termotivasi untuk beribadah kepada Allah SWT dan rahmatan lil’alamiin.


Selamat berikhtiar, semoga Allah SWT meridhai...

Minggu, 27 November 2011

BETTER INFORMATION

Allah SWT berfirman, “Kitab (Al Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertaqwa, yaitu mereka yang beriman kepada yang gaib (di luar jangkauan indera manusia), serta yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami (Allah) anugerahkan kepada mereka” (QS.2:2-3).


Better information (informasi yang lebih baik) bagi setiap manusia, adalah informasi yang mampu menjangkau segala sesuatu yang berada dalam jangkauan indera manusia, maupun yang berada di luar jangkauan indera manusia.


Segala sesuatu yang berada dalam jangkauan indera manusia disebut fenomena. Sementara itu, segala sesuatu yang berada di luar jangkauan indera manusia disebut numena. Dengan demikian better information bagi setiap manusia, adalah informasi yang mampu menjangkau fenomena dan numena.


Berdasarkan firman Allah SWT dalam QS.2:2-3 diketahui, bahwa informasi yang mampu menjangkau fenomena dan numena adalah Kitab Suci Al Qur’an. Oleh karena itu, sudah selayaknya setiap manusia memiliki, membaca, dan memperhatikan Kitab Suci Al Qur’an, agar ia layak disebut sebagai manusia yang memiliki better information.


Bukankah dalam Al Qur’an terdapat informasi, “Katakanlah, “Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan, di mana segala sesuatu hanya bergantung (berserah diri, berharap, atau memohon pertolongan) padanya. Dia (Allah) tidak beranak, dan juga tidak diperanakkan, serta tidak ada segala sesuatu yang setara (serupa) denganNya” (QS.112:1-4).


Untuk menambah terang atau menambah jelas informasi pokok (utama) yang terdapat dalam Kitab Suci Al Qur’an, maka dibutuhkan kesediaan setiap manusia untuk memiliki, membaca, dan memperhatikan Al Hadist, yaitu segenap pernyataan, tindakan, perilaku, atau diamnya Rasulullah Muhammad SAW tentang suatu tema tertentu dalam menjalankan nilai-nilai Islam (Kitab Suci Al Qur’an), yang dibukukan oleh para perawi hadist; seperti hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, dan hadist yang diriwayatkan oleh Imam Muslim.


Apabila masih memiliki rezeki yang cukup, setiap manusia hendaknya memiliki, membaca, dan memperhatikan kitab-kitab klasik tentang nilai-nilai Islam yang ditulis oleh para ulama salaf (ulama terdahulu), seperti “Kitab Ihya Ulumuddin” karya Imam Al Ghazali.


Selanjutnya, setiap manusia juga perlu terus menerus mengasah dan berbagi pengetahuan dan informasi tentang nilai-nilai Islam, dengan cara menghadiri ceramah dan diskusi tentang Islam, membaca buku (dunia nyata), atau membaca blog (dunia maya) yang mengagungkan nilai-nilai Islam. Serta ikhtiar lainnya yang dapat memperkuat iman Islamnya.


Selamat berikhtiar, semoga Allah SWT meridhai…

Minggu, 20 November 2011

FIGHTING POTENTIAL

Istilah “fighting potential” dapat dimaknai sebagai potensi kejuangan, atau kesanggupan berjuang. Kesanggupan ini harus diaktualisasikan atau diwujudkan menjadi perjuangan dalam hidup sehari-hari. Tepatnya, hari demi hari yang diisi dengan aktivitas perjuangan dalam beribadah kepada Allah SWT dan rahmatan lil’alamiin (bermanfaat optimal bagi alam semesta).


Allah SWT berfirman, “Barangsiapa yang mengikuti petunjuk, maka sesungguhnya petunjuk itu bagi dirinya. Dan barangsiapa yang tersesat, maka sesungguhnya kesesatan itu atas dirinya. Dan tidaklah seseorang akan memikul dosa orang lain. Dan Kami (Allah) tidak akan mengadzab hingga Kami utus Rasul terlebih dahulu” (QS.17:15).


Firman Allah SWT dalam QS.17:15 menunjukkan adanya dorongan Allah SWT pada manusia untuk berjuang. Tepatnya, manusia diarahkan oleh Allah SWT agar berjuang dengan sungguh-sungguh; untuk memperoleh petunjuk (nilai-nilai Islam), agar ia tidak tersesat. Allah SWT selanjutnya mengingatkan bahwa setiap pemikiran, sikap, tindakan, dan perilaku seseorang akan berdampak bagi orang tersebut. Dalam hal ini Allah SWT menggunakan kalimat, ” Tidaklah seseorang akan memikul dosa orang lain.”


Faktanya, banyak cara bagi seorang manusia untuk berjuang. Bagi mereka yang berada di wilayah perang melawan Barat (NATO dan Israel), seperti: Afghanistan, Iraq, dan Palestina; maka mereka wajib melakukan perjuangan bersenjata atau berperang.


Sementara itu, bagi mereka yang berada di wilayah damai, seperti Indonesia, Malaysia, dan lain-lain; maka mereka wajib berjuang dengan cara, antara lain:


Pertama, menggunakan kekuatan pemikiran, sikap, tindakan, dan perilaku yang ada pada dirinya untuk menunaikan ibadah kepada Allah SWT dan rahmatan lil’alamiin.


Kedua, membangun kecerdasan dan kemampuan memberikan informasi, sehingga berkesempatan membantu diri sendiri dan orang lain, dalam hal memahami pentingnya beribadah kepada Allah SWT dan rahmatan lil’alamiin.


Ketiga, mengupayakan secara evolusioner terhentinya pemikiran, sikap, tindakan, dan perilaku masyarakat yang tidak sesuai dengan tugas pokok manusia, sebagai hamba Allah SWT yang wajib beribadah kepada Allah SWT dan rahmatan lil’alamiin.


Keempat, berikhtiar untuk terus menerus memperoleh keberhasilan dalam beribadah kepada Allah SWT dan rahmatan lil’alamiin. Target utama dari keberhasilan ini adalah ridha Allah SWT.


Selamat berjuang, semoga Allah SWT meridhai...

Minggu, 13 November 2011

ACHIEVE MORE

“Achieve”, berarti “berhasil”, khususnya berhasil mencapai suatu kebajikan melalui kerja keras yang konsisten (selalu dilakukan) dan kontinue (tiada henti). Dengan demikian “achieve more” dapat diartikan “lebih berhasil”, khususnya lebih berhasil dalam mencapai suatu kebajikan melalui kerja keras yang konsisten dan kontinue.


Contoh paling indah, yang menggambarkan seorang manusia yang achieve more melalui kerja keras yang konsisten dan kontinue, adalah Rasulullah Ibrahim AS, khususnya pada moment (point in time) saat beliau diminta menunjukkan keshalehannya dengan mengorbankan anaknya Rasulullah Ismail AS di “jalan” Allah SWT.


Allah SWT mengabadikan kisah ini dalam QS.37:99-111, dengan perincian sebagai berikut: Pertama, pada QS.37:99 Allah SWT mengingatkan, “Dan Ibrahim berkata, “Sesungguhnya aku pergi menghadap kepada Tuhanku, karena Dia (Tuhan, yaitu Allah) akan memberi petunjuk kepadaku.”


Berdasarkan QS.37:99 diketahui, bahwa setiap manusia yang ingin achieve more hendaklah mendekatkan diri kepada Allah SWT, agar ia segera mendapat inspirasi tentang strategi melakukan kebajikan.


Kedua, pada QS.37:100-101 Allah SWT mengingatkan, “(Ibrahim berdoa), Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku seorang anak yang termasuk orang-orang yang shaleh.” Maka Kami (Allah) memberi dia hal yang menggembirakan, dengan menghadirkan seorang anak (Ismail) ) yang amat sabar.”


Berdasarkan QS.37:100-101 diketahui, bahwa setiap manusia yang ingin achieve more hendaklah memohon kepada Allah SWT, agar Allah SWT berkenan memudahkannya dalam melakukan kebajikan.



Ketiga
, pada QS.37:102 Allah SWT mengingatkan, “Ketika anak itu (Ismail) sampai pada umur sanggup untuk berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata, “Hai anakku sesungguhnya aku melihat (mendapat perintah Allah) dalam mimpi, agar aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu?” Ia (anak itu, yaitu Ismail) menjawab, “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. Insya Allah engkau akan mendapati aku termasuk orang-orang yang sabar.”



Berdasarkan QS.37:102 diketahui, bahwa setiap manusia yang ingin achieve more hendaklah selalu siap berbakti kepada Allah SWT dengan segenap keterbatasannya. Kesabaran dalam beribadah kepada Allah SWT dan rahmatan lil’alamiin menjadi sesuatu yang perlu diwujudkan dalam pemikiran, sikap, tindakan, dan perilaku.


Keempat
, pada QS.37:103-106 Allah SWT mengingatkan, Tatkala keduanya (Ibrahim dan Ismail) telah berserah diri (kepada Allah), dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipisnya. Lalu Kami (Allah) panggil dia (Ibrahim), “Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu. Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata.”


Berdasarkan QS.37:103-106 diketahui, bahwa setiap manusia yang ingin achieve more, dan tangguh dalam berbakti kepada Allah SWT akan mendapat pujian dari Allah SWT. Hal ini akan menjadikan yang bersangkutan tergolong sebagi orang-orang yang berbuat baik.


Kelima
, pada QS.37:107-111 Allah SWT mengingatkan, “Dan kami tebus (ganti) anak itu (Ismail) dengan seekor sembelihan (kambing) yang besar. Kami abadikan kisah Ibrahim itu di kalangan orang-orang yang datang kemudian (dengan ucapan), “Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim.” Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ia (Ibrahim) termasuk hamba-hamba Kami yang beriman.”


Berdasarkan QS.37:103-106 diketahui, bahwa setiap manusia yang ingin achieve more hendaknya memahami tentang adanya ketetapan Allah SWT yang akan terus menerus melindungi dirinya dalam melakukan kebajikan. Selanjutnya kesejahteraan akan dilimpahkan Allah SWT kepada yang bersangkutan, yang juga tergolong sebagai orang-orang yang beriman.


Dengan demikian untuk mencapai achieve more, setiap manusia hendaknya: Pertama, mendekatkan diri kepada Allah SWT. Kedua, memohon kepada Allah SWT. Ketiga, berbakti kepada Allah SWT. Keempat, tangguh dalam berbakti kepada Allah SWT. Kelima, memahami adanya perlindungan Allah SWT bagi upayanya untuk melakukan kebajikan.


Selamat berikhtiar, semoga Allah SWT meridhai....