Selasa, 29 Maret 2011

MEMBANGUN HARGA DIRI

Setiap manusia memiliki harga diri, karena Allah SWT telah menciptakan manusia sebagai makhluk yang mulia. Harga diri seorang manusia tidak boleh dikorbankan, karena hal itu berarti mengabaikan kemuliaan yang dihadiahkan Allah SWT kepada manusia.


Harga diri seorang manusia tidak ditentukan oleh kelimpahan harta, tidak ditentukan oleh ketinggian pangkat dan jabatan, tidak ditentukan oleh tingginya peringkat dan gelar (akademis dan sosial), serta tidak ditentukan oleh asal muasal keturunan. Harga diri seorang manusia ditentukan oleh ketaqwaannya kepada Allah SWT. Ketaqwaan seorang manusia kepada Allah SWT mendorongnya beribadah kepada Allah SWT dan rahmatan lil’alamiin (bermanfaat optimal bagi lingkungan atau alam semesta).


Dalam konteks rahmatan lil’alamiin, seorang manusia perlu menghindarkan diri dari prasangka buruk, terutama prasangka buruk kepada Allah SWT. Prasangka buruk kepada Allah SWT merupakan sesuatu yang dapat mengganggu kehidupan seorang manusia. Oleh karena itu, setiap manusia dianjurkan untuk berprasangka baik kepada Allah SWT.


Prasangka buruk kepada Allah SWT mengakibatkan timbulnya suasana hati yang mudah cemas berlebihan, dan tidak nyaman. Akibatnya kinerja seorang manusia yang berprasangka buruk kepada Allah SWT seringkali tidak optimal. Tidak sedikitpun prasangka buruk kepada Allah SWT dapat memberi manfaat kepada manusia. Bahkan apabila tidak segera dihilangkan, prasangka buruk kepada Allah SWT dapat menjebak seorang manusia, sehingga ia percaya pada prasangka buruknya.


Prasangka buruk kepada Allah SWT merupakan pikiran menyesatkan yang merasuk pada diri seorang manusia. Oleh karena itu, prasangka buruk kepada Allah SWT harus dilawan, dan harus segera dihadirkan pesaingnya, yaitu prasangka baik kepada Allah SWT. Untuk itu, setiap manusia harus memeriksa pikirannya sejak dini, atau sejak ia sadar tentang pentingnya memeriksa pikiran.


Caranya, upayakan agar pikiran mengarah pada dorongan peningkatan kualitas diri, terutama peningkatan taqwa kepada Allah SWT. Bangun pikiran yang mampu meningkatkan taqwa kepada Allah SWT dengan menghasilkan pikiran yang bersedia terus menerus menyemangati diri dalam berbuat kebajikan.


Upayakan agar pikiran dapat memanfaatkan semangat berbuat kebajikan, dengan menghasilkan pikiran baru yang dapat mengotimalkan manfaat kebajikan yang telah dilakukan bagi orang lain. Pikiran yang berisi optimalisasi manfaat kebajikan ini dapat mendorong terciptanya pikiran yang mampu menyediakan solusi, bila ada pihak atau orang lain yang belum mampu memanfaatkan kebajikan yang telah dilakukan.


Selamat mencoba...

Minggu, 20 Maret 2011

TRAINING MOTIVASI SUKSES MENUJU SUKSES DI MASJID GANDOK MULIA, SLEMAN

Hari Minggu tanggal 20 Maret 2011 Pondok Pesantren Takwinul Muballighin bekerjasama dengan Takmir Masjid Gandok Mulia menyelenggarakan Training Motivasi “SMS” atau “Sukses Menuju Sukses”. Kegiatan ini dilakukan sebagai bagian dari upaya mengajak masyarakat mengenali sukses yang sesungguhnya, yaitu pencapaian ridha Allah SWT.


Pemahaman ini penting, karena sesungguhnya harta, pangkat, jabatan, gelar, peringkat, dan keluarga bukanlah ukuran sukses seseorang. Harta, pangkat, jabatan, gelar, peringkat, dan keluarga adalah alat yang perlu digunakan untuk menuju (mencapai) sukses.


Agar Allah SWT berkenan memberikan harta, pangkat, jabatan, gelar, peringkat, dan keluarga yang dapat digunakan sebagai alat menuju sukses, maka seseorang perlu memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Allah SWT.


Syarat tersebut, antara lain: (1) hidup dalam koridor aqidah, ibadah, muamallah, adab, dan akhlak Islami; (2) membangun pemikiran, sikap, tindakan, dan perilaku yang fathonah, amanah, shiddiq, dan tabligh; (3) berperan sebagai mujahiddin, uswatun hasanah, assabiquunal awaluun, sirajan muniran, dan rahmatan lil’alamiin; serta (4) menjadi bagian dari peradaban Islami yang transenden, humanis, dan emansipatori.


Sementara itu, sebagai ikhtiar atau cara memperoleh alat menuju sukses (harta, pangkat, jabatan, gelar, peringkat, dan keluarga), maka setiap orang hendaklah bersedia meningkatkan kualitas dirinya ke arah yang semakin baik. Cara meningkatkan kualitas diri antara lain dengan memperbaiki pemahaman konsepsi dan mempraktekkan segenap konsepsi yang mengarah pada kebajikan.


Salah satu konsepsi yang berkaitan dengan kualitas diri adalah kemampuan ”melindungi diri”, yang merupakan sebuah konsepsi fitri, atau sesuai dengan fitrah manusia. Ketika Allah SWT menciptakan manusia, Ia (Allah SWT) telah membekalkan manusia kemampuan dasar untuk melindungi diri sendiri. Kemampuan ini harus terus menerus ditingkatkan, untuk mengimbangi masalah yang juga terus menerus meningkat.


Salah satu hal penting dalam melindungi diri sendiri adalah kemampuan pengendalian diri, sebab tidak jarang masalah terberat seorang manusia justru datang dari dirinya sendiri. Oleh karena itu, setiap manusia perlu berlatih melakukan pengendalian diri, agar ia dapat mengendalikan dirinya dalam suka dan duka.


Ada empat alasan yang menunjukkan tentang pentingnya latihan pengendalian diri, yaitu: Pertama, setiap manusia hendaknya mengerti, bahwa dalam hidupnya sehari-hari ia akan menghadapi masalah, hambatan, kendala, atau tantangan. Adakalanya seseorang bermasalah karena tidak memiliki harta, sehingga ia sulit membiayai hidup dan aktivitas kebajikannya. Namun adakalanya pula seseorang bermasalah, karena memiliki harta yang berlimpah, di mana ia memanfaatkan hartanya untuk hal-hal yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam.


Kondisi ini menunjukkan, bahwa harta menjadi alat untuk menguji manusia, yang hasilnya dapat berupa pemikiran, sikap, tindakan, dan perilaku yang bernuansa kebajikan; namun dapat pula berupa pemikiran, sikap, tindakan, dan perilaku yang bernuansa keburukan.


Kedua, setiap manusia hendaknya mengerti, bahwa dalam hidupnya sehari-hari ia berpeluang menghadapi sesuatu yang menyakitkan hati. Adakalanya seseorang dapat menahan diri, ketika menghadapi sesuatu yang menyakitkan hati. Namun adakalanya pula seseorang sulit menahan diri, ketika menghadapi sesuatu yang menyakitkan hati. Oleh karena itu, setiap orang perlu berlatih dalam mengendalikan diri, sehingga sesuatu yang menyakitkan hati tidak akan melukai dirinya.


Kondisi ini menunjukkan, bahwa sesuatu yang menyakitkan hati merupakan alat untuk menguji manusia, yang hasilnya dapat berupa pemikiran, sikap, tindakan, dan perilaku yang bernuansa kebajikan; namun dapat pula berupa pemikiran, sikap, tindakan, dan perilaku yang bernuansa keburukan.


Ketiga, latihan pengendalian diri seorang manusia, akan membentuk sosok diri yang penyabar dan bertaqwa. Ia akan bersabar dalam melakukan berbagai tindak kebajikan, meskipun banyak masalah, hambatan, kendala, atau tantangan yang harus dihadapi. Ia juga akan meningkatkan ketaqwaan, meskipun banyak godaan yang menawarkan kesuksesan palsu, kemuliaan palsu, dan kebahagiaan palsu.


Dengan demikian latihan pengendalian diri seorang manusia merupakan suatu urusan yang patut diutamakan. Setiap manusia harus bersungguh-sungguh berlatih mengendalikan diri, terutama yang berkaitan dengan harta dan sesuatu yang menyakitkan hati, agar ia dapat melakukan tindakan kebajikan dengan hartanya, dan memiliki kekebalan ketika terjadi sesuatu yang menyakitkan hati.


Keempat, pelatihan ini sesuai dengan arahan Allah SWT, “Kamu pasti akan diuji dengan hartamu dan dirimu. Dan pasti kamu akan mendengar banyak hal yang sangat menyakitkan hati dari orang-orang yang diberi Kitab sebelum kamu, dan dari orang-orang musyrik. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan (QS.3:186).


Selamat mencoba…

Minggu, 13 Maret 2011

BERGERAK SENDIRI

Percaya diri dapat mendekatkan seseorang pada peluang keberhasilan, oleh karena itu percaya diri harus dibentuk dan dibangkitkan. Percaya diri dibentuk seiring berkembangnya kematangan diri, yang akan mengantarkan seseorang pada kesadaran bahwa ia sanggup meraih cita-cita.


Ia faham bahwa meraih cita-cita bukanlah sesuatu yang mudah, karena banyak tantangan yang harus ia hadapi. Adakalanya ia tegar, tetapi adakalanya ia merasa berat. Kondisi ini merupakan hal yang wajar dialami oleh seseorang yang sedang berjuang menggapai cita-cita.


Untuk mengembalikan semangat, maka seseorang perlu membangun motivasi, dengan cara menghadiri seminar motivasi, membaca buku motivasi, atau berdiskusi dengan sahabat yang mampu memotivasi.


Agar motivasi yang sempat memudar kembali “bersinar”, maka ia perlu: Pertama, mengembangkan sikap tanggung-jawab sebagai hamba Allah SWT, yang bertugas beribadah kepada Allah SWT, dan bertugas rahmatan lil’alamiin (memberi manfaat optimal bagi lingkungan).


Kedua, mengembangkan sikap positif, bahwa Allah SWT selalu memberikan yang terbaik bagi dirinya.


Ketiga, sanggup membaca potensi diri, karena Allah SWT telah menciptakan dirinya dalam bentuk (kondisi) yang sempurna.


Keempat, berani mengambil resiko, sepanjang tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.


Apabila motivasinya kembali bersinar, maka ia berpeluang menghadirkan situasi dan kondisi yang menguntungkan dirinya. Pada awalnya ia membentuk situasi dan kondisi ini. Tetapi, karena terus menerus dibentuk dan terbentuk, maka akhirnya situasi dan kondisi ini terbentuk dengan sendirinya. Seolah-olah ada sesuatu yang bergerak sendiri dalam membentuk situasi dan kondisi yang menguntungkan.


Salah satu keuntungan dari situasi dan kondisi ini adalah pengakuan atas kredibilitas diri, yang merupakan kualitas yang disandang oleh seseorang, yang menggambarkan kemampuan dan kesanggupannya untuk dipercaya. Orang yang dapat dipercaya adalah orang yang kredibel, sedangkan kondisi kredibel yang disandang disebut “kredibilitas”.


Contoh, seseorang yang selalu menjaga amanah atau kepercayaan, dengan memenuhi segenap komitmennya adalah orang yang kredibel. Dengan demikian kredibilitas merupakan sesuatu yang penting, karena dalam berinteraksi dibutuhkan kredibilitas, sebab tidak ada seorangpun yang bersedia kerjasama dengan orang yang tidak kredibel.


Dengan kata lain, agar ada sesuatu yang bergerak sendiri dalam membentuk situasi dan kondisi yang menguntungkan, maka dibutuhkan kredibilitas seseorang. Untuk jangka pendek, kredibilitas muncul sebagai kesan pertama (first impression) seseorang terhadap orang lain ketika mulai berinteraksi, seperti: penampilan, sikap, serta tempo dan nada bicara.


Ketika berinteraksi, seseorang akan memberi kesan yang baik pada orang lain, apabila: Pertama, ia berpenampilan baik, misal mengenakan pakaian yang sesuai dengan nilai-nilai Islam, yaitu pakaian yang sopan dan menutup aurat.


Kedua, ia bersikap baik, misal gerak-gerik dan postur tubuhnya ketika berdiri berhasil memberikan kesimpulan atau asumsi dari orang lain, bahwa dirinya tidak akan menjadi ancaman, dan tidak akan membahayakan orang lain, bahkan akan menguntungkan orang lain.


Ketiga, ia memiliki kecepatan dan nada bicara yang baik, sehingga orang lain menjadi lebih mudah bersimpati padanya.

Minggu, 06 Maret 2011

MENGGAPAI SELAMAT

“Selamat”, merupakan keinginan setiap orang. Oleh karena itu, setiap orang berupaya agar selamat. Ia ingin agar segenap aktivitasnya mengarah pada keselamatan, baik keselamatan di dunia, maupun keselamatan di akherat.


Untuk menggapai keselamatan, maka ia tekun beribadah kepada Allah SWT, dan memberi manfaat optimal bagi lingkungannya atau rahmatan lil’alamiin. Ia memiliki gairah (passion) dalam beribadah dan rahmatan lil’alamiin. Ia menanamkan dalam hati dan pikirannya untuk beribadah dan rahmatan lil’alamiin, agar otaknya memproses informasi itu secara terus menerus, sehingga menimbulkan gairah untuk mewujudkannya.


Ketika beribadah dan rahmatan lil’alamiin, ia melakukannya dengan senang hati. Dinamika yang dialaminya setiap hari merupakan hari-hari yang indah bagi dirinya. Ia akan terus bersemangat dalam beribadah dan rahmatan lil’alamiin. Bahkan ia semakin penasaran, ketika menyadari bahwa ibadah dan rahmatan lil’alamiin yang ia lakukan belumlah sebaik yang diharapkan.


Selanjutnya, ia berupaya memiliki pemikiran, sikap, tindakan, dan perilaku baru, yang dapat memperbaiki kualitas ibadah dan rahmatan lil’alamiin yang ia lakukan. Ketika ikhtiar ini mengalami beberapa kendala, maka ia akan menerimanya dalam perspektif yang positif. Berdasarkan perspektif tersebut, ia siap untuk terus menerus memperbaiki diri. Akhirnya, ia senantiasa bersyukur atas setiap keadaan yang dialaminya.


Untuk mendapat keselamatan, ia bersungguh-sungguh memahami visi dan misi hidupnya. Kesungguhan itu mengantarkannya pada kemampuan merumuskan tujuan hidupnya. Ia faham, bahwa visi hidup manusia adalah menggapai ridha Allah SWT, sedangkan misinya adalah melakukan ibadah dan rahmatan lil’alamiin. Oleh karena itu, tujuan hidup manusia adalah memenuhi tuntutan visi dan misi hidupnya, agar selamat di dunia dan akherat.


Ia berani menjalankan visi, misi, dan tujuan hidupnya, sebagai indikasi keunggulan seorang manusia. Ia faham, bahwa tidak banyak orang yang berani menjalankan visi, misi, dan tujuan hidup manusia. Sebagian besar manusia di dunia ini, bahkan lebih senang membuat visi, misi, dan tujuan hidupnya sendiri. Akibatnya visi, misi, dan tujuan hidup sebagian besar manusia di dunia bertentangan dengan tata nilai yang ditetapkan oleh Allah SWT, yang telah menciptakan manusia.


Sebagai orang yang ingin selamat di dunia dan akherat, ia terus berupaya menjalankan visi, misi, dan tujuan hidup manusia berdasarkan tata nilai yang ditetapkan oleh Allah SWT, meskipun banyak kendala yang harus dihadapi. Ia berupaya hidup jujur dan siap bekerja keras, agar dapat mewujudkan kebajikan.


Ia memiliki pandangan, bahwa selamat adalah sesuatu yang penting. Oleh karena itu, ia akan melakukan hal penting (ibadah dan rahmatan lil’alamiin). Pemikiran, sikap, tindakan, dan perilakunya akan terus menerus dikembangkan, agar mampu mewujudkan kebajikan, sehingga Allah SWT berkenan meridhainya.


Semoga...