Minggu, 08 Mei 2011

MEMUASKAN DIRI SENDIRI

Setiap orang berkeinginan memuaskan diri. Keinginan ini wajar dan sah sepanjang tidak berlebihan dan tidak bertentangan dengan ketentuan Allah SWT. Keinginan ini menjadi mulia bila yang bersangkutan sangat ingin melakukan kebajikan. Ia baru merasa puas bila telah berhasil beribadah kepada Allah SWT dan rahmatan lil’alamiin (memberi manfaat optimal bagi lingkungan).


Ukuran kebajikan yang dianutnya adalah ukuran kebajikan yang ditetapkan oleh Allah SWT sebagaimana tertuang dalam Al Qur’an, dijelaskan oleh Rasulullah Muhammad SAW dalam Al Hadist, dan dinasehatkan oleh para ulama salaf.


Untuk dapat memuaskan diri dalam melakukan kebajikan, maka seseorang perlu melakukan: Pertama, memanfaatkan segenap kemampuan, keahlian, dan kekuasaannya untuk berbuat kebajikan, yang ditujukan bagi sesama manusia dan makhluk Allah SWT lainnya. Baginya tiada hari tanpa kebajikan. Meski sekecil apapun kebajikan yang mampu ia lakukan pada hari itu.


Kedua, berupaya berpikir, bersikap, bertindak, dan berperilaku adil bagi dirinya dan orang lain. Ia harus adil pada dirinya, dengan menjadikan ridha Allah SWT sebagai tujuan hidup, melalui hidup yang dipenuhi ibadah kepada Allah SWT, dan bermanfaat optimal bagi lingkungan di sekitarnya. Ia juga harus adil kepada orang lain dengan memenuhi hak orang lain yang berkaitan dengan dirinya, sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan Allah SWT.


Ketiga, bersikap proporsional dalam merespon masalah. Caranya dengan berlatih responsif, serta menghindari sikap pasif, dan reaktif terhadap masalah. Ia harus mampu merespon dalam “dosis” yang terukur atas masalah yang dialaminya. Ia tidak boleh pasif dalam menyikapi masalah, meskipun masalah itu dalam “dosis” yang sangat kecil dan terkesan remeh. Namun ia juga tidak boleh reaktif dalam menyikapi masalah, meskipun masalah itu nampak penting dan sangat berpengaruh atas dirinya.


Keempat, mampu bersyukur pada Allah SWT atas semua ketetapanNya yang telah ia terima. Baginya takdir dan ketetapan Allah SWT adalah sesuatu yang terbaik bagi dirinya. Ia tidak pernah menggerutu atas musibah yang menimpa dirinya, sebaliknya ia berupaya mengambil pelajaran dan hikmah dari setiap musibah yang dialaminya.


Dengan empat hal yang dilakukannya, sebagaimana yang telah diuraikan, maka seseorang berpeluang mampu memuaskan diri dalam hal kebajikan. Kepuasan ini akan membahagiakannya di dunia, dan insyaAllah akan membahagiakannya pula di akherat, karena telah menjadi hamba Allah SWT yang baik.


Allah SWT berpesan:

“Katakanlah, “Tidak sama yang buruk dengan yang baik.” Meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu. Maka bertaqwalah kepada Allah, hai orang-orang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan” (QS.5:100).


Selamat mencoba, dan semoga Allah SWT meridhai...

1 komentar: