Istilah “for busy people” dapat dimaknai sebagai “untuk orang yang sibuk”. Tepatnya, “untuk orang yang waktunya terbatas, karena banyaknya kegiatan yang harus dilakukan, dalam waktu yang tidak lebih dari 24 jam setiap harinya.”
Pertanyaannya, “Sibuk untuk urusan apa?”. Jika jawabannya adalah, “Sibuk untuk urusan dunia!” Maka orang tersebut hidupnya sia-sia, karena ia tidak akan memperoleh bagian di akherat. Bahkan ia akan mendapat sanksi dari Allah SWT di akherat, karena abai dalam melaksanakan dua tugas utama, yaitu: Pertama, beribadah kepada Allah SWT. Kedua, rahmatan lil’alamiin atau bermanfaat optimal bagi lingkungan, dalam kerangka ibadah kepada Allah SWT.
Dengan demikian for busy people perlu kemampuan menghubungkan kesibukannya dengan dua tugas utamanya di dunia. Contoh, bila ia seorang dosen, maka: Pertama, penuhi kewajiban ibadah ritualnya, seperti: shalat, berpuasa di Bulan Ramadhan, membayar zakat, dan menunaikan ibadah haji bila telah berkemampuan. Kedua, mengajar dengan baik, serta memasukkan substansi kebajikan pada materi pembelajarannya. Ketiga, melakukan penelitian dengan baik, serta memasukkan substansi kebajikan pada penelitiannya. Keempat, melakukan pengabdian pada masyarakat dengan baik, serta memasukkan substansi kebajikan pada pengabdiannya. Kelima, menjadikan kegiatan mengajar, meneliti, dan pengabdian pada masyarakat sebagai kegiatan yang dilakukan dalam rangka beribadah kepada Allah SWT.
Seorang manusia yang telah melakukan dua hal penting for busy people, adalah orang yang telah: Pertama, beribadah kepada Allah SWT. Kedua, rahmatan lil’alamiin. Dua hal ini memposisikan orang tersebut sebagai orang yang menjadikan dunia sebagai tempat beraktivitas, dan akherat sebagai orientasi aktivitas.
Oleh karena itu, for busy people, dunia dan akherat tidaklah seimbang. Ia akan menyikapi dunia dan akherat secara proporsional, di mana dunia merupakan tempat dirinya melakukan aktivitas yang berorientasi akherat.
Apabila manusia berkenan melakukan hal ini, maka insyaAllah (atas perkenan Allah SWT) ia akan bahagia, karena ia berhasil menggapai ridha Allah SWT. Sesungguhnya ridha Allah SWT inilah yang menjadi tolok ukur kesuksesan manusia. Tepatnya, seorang manusia yang sukses adalah seorang manusia yang berhasil menggapai ridha Allah SWT, sehingga setelah kehidupannya di dunia, maka Allah SWT memperkenankan dirinya berkehidupan baik di akherat.
Allah SWT berfirman, ”Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridha dan diridhaiNya. Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hambaKu, dan masuklah dalam surgaKu” (QS.89:27-30).
Selamat berikhtiar, semoga Allah SWT meridhai...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar