Minggu, 25 Maret 2012

CHANGE THE MATTERS

Change the matters dapat dimaknai sebagai “merubah perihal”, di mana “perihal” adalah: Pertama, suatu subyek utama yang dibutuhkan sebagai bahan pemikiran, diskusi, atau kesepakatan. Kedua, suatu substansi fisikal atau kesemestaan dalam ilmu pengetahuan. Ketiga, tipe utama pada sesuatu.


Pertanyaannya, “Apa yang harus dilakukan oleh seorang manusia dalam konteks change the matters?”


Maka, jawabannya adalah: Pertama, ubahlah subyek utama pemikiran, diskusi, dan kesepakatan kita. Caranya: (1) Ubahlah subyek utama pemikiran kita, menjadi sesuatu yang lebih abadi atau lebih bebas dari pengaruh ruang dan waktu. Tepatnya, jadikan subyek kita, adalah subyek yang tetap berlaku di masa kini dan masa depan, baik di dunia maupun di akherat. Subyek tersebut adalah nilai-nilai Islam. Oleh karena itu, jadikan nilai-nilai Islam sebagai subyek utama pemikiran kita, sumber inspirasi kita, dan acuan sikap, tindakan, dan perilaku kita.


(2) Selanjutnya, jadikan nilai-nilai Islam sebagai subyek diskusi dengan diri sendiri dan dengan orang lain. Hal ini diperlukan untuk membangun critical mass atas nilai-nilai Islam, atau semakin banyak orang yang faham tentang nilai-nilai Islam. Akibatnya akan semakin berkurang orang-orang yang salah faham dengan nilai-nilai Islam.


(3) Nilai-nilai Islam yang telah menjadi pemahaman bersama, kemudian menjadi kesepakatan kita, atau menjadi sumber penyatuan pemikiran, sikap, tindakan, dan perilaku kita dengan orang lain. Implikasinya akan nampak pada bangkitnya peradaban yang berkualitas, yaitu peradaban yang semakin meruhani (transenden), manusiawi (humanis), dan membebaskan (emansipatoris).


Kedua, ubahlah substansi fisikal dan kesemestaan dalam ilmu pengetahuan, sehingga menjadi substansi yang meruhani, manusiawi, dan membebaskan. Oleh karena itu, substansinya haruslah substansi yang mampu mempertemukan konsepsi keilmuan dengan nilai-nilai Islam.


Bagi orang-orang yang bersedia menggunakan akalnya, hal ini akan memudahkan dia untuk faham bahwa sesuatu disebut Tuhan, apabila sesuatu itu Maha Kuasa. Sesuatu itu Maha Kuasa, apabila sesuatu itu Maha Esa. Dengan demikian orang-orang yang berakal akan mengenali Tuhannya, sebagai Tuhan Yang Maha Esa dan sekaligus Maha Kuasa, yaitu Allah SWT.


Ketiga, ubahlah tipe utama mindset kita, di mana mindset kita yang sebelumnya berorientasi keduniaan, kita ubah bukan hanya berorientasi akherat, melainkan menjadi lebih berfokus pada akherat. Wujudnya dengan lebih khusuk beribadah kepada Allah SWT, yang selanjutnya berimplikasi pada kesediaan kita mewujudkan rahmatan lil’alamiin.


Wujudnya berupa kemampuan bersinergi dengan berbagai kelompok manusia, dalam rangka beribadah kepada Allah SWT dan rahmatan lil’alamiin. Misalnya sinergi anggota-anggota Syiah, Sunni, Wahhabi, Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Persatuan Islam, Majelis Mujahiddin, Front Pembela Islam, Forum Umat Islam, dan lain-lain dalam berkontribusi bagi kesejahteraan masyarakat di dunia dan di akherat.


Selamat merenungkan, semoga Allah SWT meridhai…

...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar