Secara ilmiah dikenali adanya dua macam liberalisme, yakni liberalisme klasik (sejak abad ke-16) dan liberalisme modern (sejak abad ke-20). Setelah hadirnya liberalisme modern, liberalisme klasik tetap ada.
Liberalisme modern tidak mengubah hal-hal yang mendasar yang terdapat pada inti liberalisme klasik, melainkan hanya ada tambahan-tambahan saja dalam versi baru liberalisme modern.
Contoh, dalam liberalisme klasik, keberadaan individu dan kebebasannya sangatlah diagungkan; maka dalam liberalisme modern prinsip ini dikembangkan dan diperluas hingga ke ranah ekonomi (kapitalisme), politik (demokrasi), theologi (pluralisme), dan gerakan wanita (feminisme).
Liberalisme modern tidak mengubah hal-hal yang mendasar atau prinsip inti (core principles) dalam liberalisme klasik. Dengan demikian keberadaan liberalisme modern tidak mengakhiri liberalisme klasik. Prinsip inti dalam liberalisme, antara lain menyebutkan bahwa keberadaan individu dan kebebasannya haruslah diagungkan.
Secara umum, liberalisme mempromosikan adanya masyarakat bebas, yang dicirikan oleh kebebasan berpikir para individunya. Liberalisme menolak adanya pembatasan, khususnya pembatasan dari pemerintah dan agama.
Liberalisme akan tumbuh subur dalam sistem ekonomi yang kapitalis, sistem politik yang demokratis, sistem theologi yang pluralis, dan gerakan wanita yang feminis.
Ada tiga hal mendasar yang diagungkan oleh liberalisme, yaitu: (1) kehidupan atau life, (2) kebebasan atau liberty, dan (3) hak milik atau property.
Sesungguhnya, cita-cita liberalisme untuk mewujudkan masyarakat yang bebas tanpa batasan atau koridor, bertentangan dengan fitrah manusia. Sebagaimana diketahui indera manusia terbatas, maka membebaskan manusia berarti membiarkan manusia bergelimang dalam segala sesuatu yang diketahui secara terbatas. Akibatnya manusia akan mudah “cidera” dan kehilangan kesempatan memperoleh kebahagiaan yang sesungguhnya.
Dalam perspektif Allah SWT, kebebasan manusia haruslah berada dalam koridor nilai-nilai Islam, yaitu aqidah, ibadah, muamallah, adab, dan akhlak. Manusia bebas berpikir, bersikap, bertindak, dan berperilaku sepanjang sesuai dengan nilai-nilai Islam. Ketentuan ini perlu dilaksanakan oleh manusia, karena ketentuan ini ditetapkan Allah SWT yang merupakan pencipta semesta alam, termasuk manusia.
Dengan demikian kata “Islam” bertentangan makna dengan kata “liberalisme”, dan ”liberal”. Oleh karena itu, ”Islam” tidak dapat disandingkan dengan kata ”liberal”, misal: ”Islam liberal”.
Sebab Islam mengagungkan hidup dalam koridor aqidah, ibadah, muamallah, adab, dan akhlak, sedangkan ”liberal” bermakna hidup bebas tanpa koridor. Kalaupun ada koridor, maka koridor penganut liberal adalah koridor buatan manusia, dan bukan koridor yang ditetapkan Allah SWT.
Dengan demikian istilah “Islam liberal” merupakan istilah yang contradictio in terminis (bertentangan makna antara masing-masing istilahnya).
Allah SWT mengingatkan, “Maka karena itu serulah (mereka kepada agama Islam) dan tetapkan pendirianmu sebagaimana engkau diperintahkan (oleh Allah), dan janganlah mengikuti hawa nafsu mereka (orang-orang sesat), serta katakanlah, “Aku beriman dengan hal-hal yang diturunkan Allah melalui KitabNya (Al Qur’an), dan aku diperintahkan agar berlaku adil di antara kamu. Allah adalah Tuhan kami dan Tuhan kamu. Bagi kami amalan kami dan bagi kamu amalan kamu. Tidak ada perbantahan antara kami dan kamu. Allah akan mengumpulkan kita, dan hanya kepadaNya tempat kembali” (QS.42:15).
Firman Allah SWT dalam QS.42:15 mengingatkan seorang muslim untuk tetap tegar menghadapi penganut liberalisme. Bagi seorang muslim pendiriannya telah tetap, bahwa ia akan tunduk pada ketentuan Allah SWT.
Seorang muslim tidak akan mengikuti liberalisme, karena faham ini sesat dan menyesatkan. Namun demikian seorang muslim tetap siap berdialog dengan penganut liberalisme, untuk memberitahukan tentang kesesatan liberalisme, dan mengajak penganut liberalisme kembali pada nilai-nilai Islam.
Selamat merenungkan, semoga Allah SWT meridhai...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar