Dalam liberalisme terdapat beberapa prinsip yang bermasalah, seperti: Pertama, prinsip government by the consent of the people or the governed, yang berarti pemerintah harus bertindak menurut kehendak rakyatnya atau yang dipimpinnya. Prinsip ini kemudian melahirkan prinsip the rule of law, yang berarti berlakunya hukum pada jalannya, dan perlindungan hak asasi manusia.
Prinsip government by the consent of the people or the governed, sesungguhnya memuat kedzaliman ketika dilaksanakan atau diimplementasikan. Berdasarkan prinsip ini maka Pemerintah harus menuruti kehendak rakyatnya, sekalipun kehendak itu berisi kejahiliahan dan kedzaliman. Kerusakan semakin parah, ketika kejahiliahan dan kedzaliman dijadikan substansi hukum, yang kemudian dijalankan dengan berpegang pada prinsip the rule of law.
Akibatnya pemerintah dan negara menjalankan pemerintahan dan hukum yang dzalim dan jahiliah. Dengan demikian berlakulah prinsip the rule of law dan hak asasi manusia yang dzalim (menganiaya) dan jahiliah (bodoh).
Prinsip the rule of law, yang berarti berlakunya hukum pada jalannya, mempersyaratkan adanya hukum tertinggi, yaitu undang-undang (man made); yang berpeluang bertentangan dengan ketentuan Allah SWT (God made).
Contoh, pernikahan siri, atau pernikahan yang sah berdasarkan ketentuan Allah SWT yang tidak didaftarkan pada Kantor Urusan Agama (Islam), maka pelakunya berpeluang dikriminalisasi (diproses sebagai pelaku tindak kejahatan) berdasarkan undang-undang.
Kedua, prinsip the emphasis of individual, yang berarti pengutamaan kepentingan individu. Prinsip ini berpeluang menimbulkan disintegrasi (perpecahan) dalam masyarakat, karena masing-masing individu memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Akibatnya terjadi perebutan pengaruh dan kekuasaan antar individu atau antar golongan untuk mewujudkan kepentingan masing-masing.
Ketiga, prinsip the state is instrument, yang berarti negara hanya sebagai alat. Prinsip ini memuat kedzaliman ketika dilaksanakan atau diimplementasikan, karena memberi kesempatan pada kelompok elit untuk memperalat negara. Akibatnya dapat melemahkan dan menyulitkan upaya membangun harmoni sosial.
Khusus prinsip the state is instrument dapat dilihat pada kasus demonstrasi Occupy Wall Street di Kota New York, Amerika Serikat. Sebagaimana diketahui demonstrasi ini dilakukan terhadap kaum serakah di Amerika Serikat yang telah memperalat Negara Amerika Serikat bagi mereka. Demonstrasi yang mulai sejak tanggal 17 September 2011, pada Hari Selasa tanggal 11 Oktober 2011 mengarah ke Fifth Avenue dan Park Avenue, New York, yang merupakan tempat tinggal kelompok kaya Amerika Serikat. Sampai dengan Hari Rabu tanggal 12 Oktober 2011 demonstrasi telah menyebar di 150 kota di Amerika Serikat.
Demonstrasi Occupy Wall Street dilakukan oleh masyarakat Amerika Serikat, karena negara lebih berpihak pada kelompok kaya Amerika Serikat daripada masyarakat Amerika Serikat pada umumnya. Ketika perusahaan yang dimiliki kelompok kaya mengalami kesulitan keuangan, maka negara Amerika Serikat segera menalangi kesulitan tersebut, sehingga kelompok kaya tetap kaya. Sebaliknya negara Amerika Serikat mengabaikan kesulitan masyarakat Amerika Serikat pada umumnya, dengan meningkatnya harga kebutuhan pokok dan tingginya angka pengangguran. Saat ini demonstrasi Occupy Wall Street telah menyebar ke Eropa, dan berkembang menjadi demontrasi anti kapitalisme dan liberalisme (lihat Republika Online, 13 Oktober 2011).
Keempat, prinsip refuse dogmatism, yang berarti menolak dogmatisme. Prinsip ini bertentangan dengan fakta, karena sesungguhnya liberalisme adalah sebuah dogma. Dengan demikian, apabila prinsip refuse dogmatism dilaksanakan, maka seharusnya diwujudkan dengan menolak liberalisme.
Kelima, prinsip pengetahuan didasarkan pada pengalaman. Prinsip ini seharusnya menyadarkan penganut liberalisme, bahwa oleh karena pengetahuan didasarkan pada pengalaman maka kebenaran manusia dapat berubah-ubah. Hal ini seharusnya menyadarkan penganut liberalisme, bahwa kebenaran mereka relatif. Dengan demikian penganut liberalisme membutuhkan kebenaran mutlak, yaitu kebenaran Allah SWT. Dengan kata lain penganut liberalisme seharusnya meninggalkan liberalisme.
Renungkanlah, semoga Allah SWT meridhai...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar